Bisnis.com, JAKARTA - Kerusakan infrastruktur jalan di sejumlah daerah mempengaruhi berbagai elemen penting dalam perekonomian nasional mulai dari inefisiensi investasi, menghambat pengendalian inflasi, hingga penurunan kepercayaan masyarakat dan investor.
Hal tersebut disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira. Dia mengatakan dampak pertama dari jalan rusak dapat terlihat dari tingkat Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau rasio antara tambahan output dengan tambahan modal.
"Jalan rusak itu bukan persoalan sederhana, dia bisa berpengaruh terhadap ICOR. Zaman SBY itu ICOR di 4,2 sekarang di era Jokowi ICOR di 6,2 jadi artinya ada kenaikan inefisiensi dalam investasi," kata Bhima saat dihubungi, Rabu (17/5/2023).
Adapun, perhitungan ICOR melihat dari besaran investasi yang dikeluarkan suatu perusahaan ketika membangun pabrik ataupun usahanya di area yang infrastruktur jalannya rusak.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku telah menerima laporan jalan rusak di sekitar 7.400 lokasi dari masyarakat. Laporan tersebut disampaikan masyarakat ke Jokowi melalui media sosial seperti Instagram, Twitter dan Facebook.
Jokowi pun menyatakan bahwa pemerintah akan menindaklanjuti informasi terkait jalan rusak dari berbagai sumber baik dari Kementerian PUPR maupun dari laporan masyarakat. Dia juga menegaskan akan terus mengecek langsung kondisi infrastruktur di daerah.
Baca Juga
Selain itu, pemerintah pusat juga akan mengambil alih perbaikan jalan rusak di sejumlah daerah.
Bhima menilai upaya perbaikan jalan rusak memang perlu segera dilakukan. Pasalnya, semakin tinggi ICOR, maka semakin tidak efisien nilai investasi yang dikeluarkan untuk mendapatkan output optimal. Kondisi ini akan berdampak pada penurunan daya saing Indonesia di mata investor.
"Ini juga artinya kan logistic performance index kita turun, ini ada pengaruhnya nanti kepada performa investasi," ujarnya.
Menurutnya, hal tersebut berdampak pada rendahnya angka pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yakni sebesar 2,11 persen year-on-year (yoy) pada kuartal I/2023.
Bhima mengatakan, umumnya, kawasan dengan kerusakan jalan yang parah akan berpengaruh pada nilai PMTB yang rendah, sebab investor enggan masuk apabila infrastruktur dasar tidak mendukung.
Di samping itu, Bhima mencontohkan salah satu jalan rusak yang tengah disoroti di Lampung. Dia mempertanyakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang besar yakni dengan nilai pagu belanja Provinsi Lampung sebesar Rp7,38 triliun pada 2023.
Sementara itu, anggaran belanja moda jalan, jaringan, dan irigasi Provinsi Lampung sebesar Rp798 miliar atau 10,8 persen dari APBD.
"Postur anggaran di daerah tersebut tidak akan memicu munculnya kewirausahaan baru, UMKM baru, atau pengusaha berorientasi ekspor baru, karena dengan APBD yang sebesar itu kualitas jalannya jelek," terangnya.
Dampak kerusakan jalan juga akan mempengaruhi waktu tempuh pengiriman bahan baku maupun barang jadi. Distribusi barang ke daerah dengan jalan yang rusak akan membuat pengusaha membebankan biaya logistik kepada konsumen, sehingga harga barang menjadi lebih mahal.
Terakhir, Bhima menyampaikan, akumulasi dari infrastruktur yang tidak mumpuni termasuk kerusakan jalan akan mempersulit upaya pengendalian inflasi di berbagai daerah dengan kualitas infrastruktur yang kurang baik.
"Masalah inflasi juga berkaitan dengan biaya distribusi makanya ada daerah yang inflasinya tinggi sekali itu bisa dilacak bagaimana kondisi infrastrukturnya," ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan data Statistika Transportasi Darat BPS 2021, kondisi jalan negara yang rusak berat sepanjang 1.203 km, jalan rusak sepanjang 2.646 km, jalan kondisi sedang/moderate sepanjang 26.378 km, dan jalan mulus 16.790 km.
Adapun, jalan rusak berat paling banyak berada di Papua yakni 278 km, disusul Kalimantan Tengah sepanjang 244 km. Sementara itu, kondisi jalan paling bagus berada di provinsi Sumatra Utara yakni sepanjang 1.267 km, disusul Aceh sepanjang 955 km.
Di sisi lain, Senior Industry and Regional Analyst Bank Mandiri, Mamay Sukaesih, mengatakan terkait pembangunan dan perbaikan jalan memiliki nilai strategis untuk mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
"Perbaikan infrastuktur jalan diharapkan meningkatkan konektivitas antar wilayah melalui penurunan waktu tempuh, biaya transporasi dan pada akhirnya penurunan biaya logistik," kata Mamay.
Menurutnya, perbaikan jalan daerah yang kini tengah masif dilakukan pemerintah akan berdampak positif terhadap perputaran persediaan barang yang menjadi lebih cepat. Sebab, waktu pengiriman akan lebih cepat dan biaya perawatan kendaraan lebih efisien.
"Penurunan biaya logistik dan kecepatan pengiriman barang akan mendorong peningkatan volume perdagangan, dan perbaikan daya saing ekspor," tuturnya.
Dia memprediksi perbaikan infrastruktur akan mendorong perkembangan sektor-sektor lain seperti, sektor perkebunan, industri pengolahan dan properti, karena akses pasar yang semakin luas dan mudah.
"Untuk mengurangi dampak negatif dari kerusakan infrastruktur jalan adalah pemerintah perlu meningkatkan anggaran terutama untuk perbaikan infrastruktur jalan," ujarnya.
Mamay juga mendorong pemerintah agar dapat menerbitkan peraturan dan pengawasan untuk muatan yang melebihi kapasitas maksimal, sehingga tidak dapat melewati atau melintasi jalan daerah.