Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bantah Pernyataan Menperin Agus Gumiwang, Asosiasi: Industri TPT Sekarat!

Lesunya ekspor dan hilangnya pasar domestik merontokan industri tekstil dan produk tekstil atau TPT. Buktinya, industri masih terkontraksi, serta banyaknya PHK.
Pedagang menata kain tekstil di pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan
Pedagang menata kain tekstil di pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (Apsyfi) menanggapi pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang menampik kabar banyaknya pabrik industri tekstil dan produk tekstil (TPT)  gulung tikar.

Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta menuturkan pihaknya tidak menutup mata jika kelesuan permintaan ekspor dari luar negeri telah memporak-porandakan banyak garmen di dalam negeri.

Begitupun dengan badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang ada seiring dengan lesunya pendapatan industri tekstil dalam negeri.

Menurutnya, hal ini menjadi penyebab mengapa industri tekstil masih tercatat sebagai industri yang berada di level kontraksi pada Indeks Kepercayaan Industri (IKI).

"Kalau perusahaan yang bangkrut banting setir dan tetap beroperasi harusnya pertumbuhan kinerjanya tidak berkontraksi," tutur Redma kepada Bisnis pada Senin (15/5/2023).

Dalam catatan Bisnis pada (3/3/2023) lalu, Kementerian Perindustrian masih mencatatkan kinerja industri tekstil pada level kontraksi dalam IKI bulan Februari, setelah mengalami kontraksi pada beberapa bulan sebelumnya.

Bahkan hingga Kemenperin merilis IKI bulan April beberapa waktu lalu, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menyebutkan industri tekstil masih menjadi bagian dari delapan subsektor industri manufaktur yang kinerjanya di bawah angka 50 atau dalam level kontraksi.

Dengan demikian, menurut Redma, seharusnya Kemenperin tidak menutup mata dengan menyebutkan hanya sedikit pabrik garmen yang tutup.

"Kalau ada kontraksi maka pabrik yang tutup dan PHK itu nyata," tambah Redma.

Dalam catatan Bisnis pada Kamis (20/5/2023), Kemenperin menyebut hanya sedikit perusahaan yang terkena badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di industri tekstil dan produk tekstil sejak kuartal II/2022 lalu.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan jumlah kasus PHK ini tidak banyak dan hanya terjadi di beberapa perusahaan saja. 

Menurutnya, dalam menghadapi pandemi Covid-19 ataupun ketidakstabilan kondisi perekonomian global, segelintir pengusaha TPT memilih untuk banting setir melakukan diversifikasi bisnis.

“Kalau ada satu atau dua perusahaan yang kemudian melakukan PHK itu kami pelajari biasanya mereka melakukan diversifikasi pabrik dengan memproduksi produk lain walaupun dia masih inline sebagai bagian dari TPT,” kata Agus saat ditemui di kantor Kemenperin, Jakarta pada Rabu (10/5/2023).

Dia mencontohkan, perusahaan yang tadinya bergerak di sektor hilir TPT, kemudian setelah pandemi dan ketidakstabilan geopolitik mendera, perusahaan tersebut dikonversi menjadi pabrik TPT sektor hulu. 

Dengan demikian, pabrik tersebut dianggap gulung tikar lantaran tidak lagi beroperasi membuat produk awal. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Widya Islamiati
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper