Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memastikan persoalan rencana investasi konsorsium LG Energy Solution (LG) di proyek baterai kendaraan listrik (electric vehicle) bakal rampung tahun ini.
Kepastian itu disampaikan Bahlil selepas menemani Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat bertemu dengan 16 delegasi pemerintah dan perwakilan pengusaha Korea Selatan di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/5/2023).
Adapun, ke-16 delegasi itu dipimpin oleh Menteri Pertanian dan Kehutanan Korea Selatan, Wakil Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi (MoTIE), serta Ketua Komisi I DPR Korea Selatan.
“Semua akan berjalan tahun ini untuk persoalan katoda dan baterai sel, insyaallah 1 bulan ini sudah selesai,” kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan.
Kendati demikian, Bahlil mengatakan, negosiasi berkaitan dengan kerja sama di sisi hulu tambang konsorsium LG bersama dengan Indonesia Battery Corporation (IBC) bakal diselesaikan secara paralel nantinya. Dia berharap cara itu dapat mempercepat realisasi investasi baterai kendaraan listrik LG di Indonesia.
“Tambangnya juga akan kita ikuti agar bisa melakukan percepatan dan infrastrukturnya bisa berjalan secara paralel,” kata dia.
Baca Juga
Dengan demikian, dia menegaskan, Indonesia bakal menjadi negara Asia Tenggara (Asean) pertama yang dapat memproduksi mobil listrik lengkap dengan baterainya tahun depan.
Seperti diketahui, pabrik baterai kendaraan listrik PT HKML Battery Indonesia di Karawang, Jawa Barat, yang merupakan hasil investasi antara konsorsium LG Energy Solution dan Hyundai Motor Group dengan IBC itu, ditarget beroperasi komersial pada April 2024.
Nantinya, pabrik baterai listrik dengan kapasitas awal produksi yang dipatok 10 gigawatt per hour (GWh) itu akan langsung terintegrasi dengan mobil listrik rakitan di dalam negeri termasuk milik Hyundai.
“Tahun depan Indonesia akan jadi negara Asean pertama yang akan memproduksi ekosistem mobil listrik yang baterainya langsung dari Indonesia,” kata dia.
Kepastian investasi konsorsium LG pada sisi penghiliran baterai listrik itu menjadi krusial setelah sebelumnya negosiasi IBC bersama perusahaan Korea Selatan itu berjalan alot pada akhir tahun lalu.
Malahan, LG dikabarkan sempat ingin menarik komitmen investasi di usaha patungan IBC pada sisi hilir setelah implementasi Undang-Undang (UU) Penurunan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA) Amerika Serikat awal tahun ini.
LG disebutkan tidak tertarik untuk berinvestasi lebih lanjut hingga tingkat pabrikan baterai listrik seperti yang ditawarkan dalam perjanjian usaha patungan bersama IBC. Bahkan, LG menyerahkan negosiasi kepada rekanan konsorsium mereka Huayou Holding.
“Kami dapat informasi dari Aneka Tambang [Antam] bahwa LG itu masih belum jelas statusnya, tapi LG mendorong anggota konsorsiumnya Huayou untuk melanjutkan diskusi dan negosiasi,” kata Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Senin (6/2/2023).
Kendati demikian, Hendi menilai negosiasi yang berlanjut bersama dengan Huayou itu belakangan tidak seimbang dari kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian usaha patungan awal.
Dia beralasan rekanan konsorsium LG itu tidak memiliki keahlian serta pengalaman untuk pabrikan baterai kendaraan listrik. Alasannya, portofolio Huayou lebih banyak pada pengembangan smelter.
“Kami masih menginginkan adanya konsorsium yang lengkap sampai ke EV manufacturer-nya, sedangkan Huayou kan bergerak hanya di pengembangan smelter,” tuturnya.
Konsorsium LG lewat HoA yang ditandatangani pada awal 2021 lalu menggandeng beberapa rekanan produsen dan manufaktur yang mayoritas berbasis di Korea Selatan, seperti LG Energy Solution, LG Chem, LG Internasional, dan Posco, sementara satu mitra mereka berasal dari China, yakni Huayou Holding.
Saat itu, Konsorsium LG berkomitmen untuk berinvestasi sekitar US$8 miliar atau setara dengan Rp122,79 triliun pada penghiliran bijih nikel menjadi baterai listrik lewat Proyek Titan.