Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) segera melunasi utang rafaksi minyak goreng kepada pelaku usaha ritel dan produsen minyak goreng.
Pelunasan utang minyak goreng akan dilakukan usai legal opinion (LO) yang diminta Kemendag ke Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah keluar pada Kamis (11/5/2023). Total utang yang dibayarkan sendiri totalnya mencapai Rp800 miliar berdasarkan verifikasi yang dilakukan Sucofindo.
Adapun, utang tersebut berkaitan dengan program minyak goreng satu harga pada 2022 lalu saat terjadi lonjakan harga minyak goreng.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim, menjelaskan bahwa LO tersebut sudah diminta oleh Kemendag beberapa bulan lalu sebagai dasar untuk pemabayaran rafaksi minyak goreng.
“Iya udah [keluar], kemarin [LO-nya] dari Kejagung,” ujar Isy saat dihubungi Bisnis, Jumat (12/5/2023).
Dia mengatakan nominal utang yang harus dibayarkan berdasarkan hasil survei dari Sucofindo sendiri berbeda dengan klaim Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Aprindo mengklaim angkanya mencapai Rp344 miliar.
Baca Juga
“Itu utang kan klaim Aprindo yang diklaim mereka. Pembayarannya kan kita berasal dari hasil verifikasi dari surveyor independen [Sucofindo]. Tapi kan itu total GT [general trade] dan MT [modern trade]. Rp344 M, itu kan klaim Aprindo, saya belum bisa memisahkan antara GT dan MT itu. Yang diberikan mereka totalnya Rp800 miliar [utang ke peritel dan produsen minyak goreng]. Itu kan berdasarkan perusahaan yang melakukan klaim,” jelas Isy.
Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa Kemendag tidak ingin proses pembayaran utang tersebut berlarut-larut. Menurut Isy, Kemendag akan segera mengirim surat kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) agar anggarannya segera dicairkan.
“Nanti habis ini berlanjut, mudah-mudahan selesainya lebih baik. Kita tidak ingin mengulur-ulur waktu. Kita akan siapkan suratnya untuk BPDPKS,” ungkap Isy.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memperkirakan tagihan rafaksi atau utang pemerintah terkait minyak goreng mencapai Rp1,1 triliun.
Komisioner KPPU, Chandra Setiawan, mengatakan, tagihan rafaksi itu berasal dari produsen minyak goreng dan distributor yang mencapai sekitar Rp700 miliar dan sisanya berasal dari 600 korporasi ritel modern di seluruh Indonesia.
"Saat ini, Kementerian Perdagangan dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tidak dapat melakukan pembayaran karena peraturan di atas yang menjadi dasar, telah dicabut dan tidak terdapat peraturan peralihan," kata Chandra melalui keterangan persnya, Rabu (10/5/2023).
Chandra menjelaskan, rafaksi merupakan selisih antara Harga Acuan Keekonomian (HAK) dengan Harga Eceran Tertinggi (HET). Berdasarkan informasi dari Pemerintah, HAK minyak goreng kemasan bulan Januari 2022 adalah Rp17.260, yang berada di bawah harga rata-rata Januari 2022 sebesar Rp20.914. Sementara berdasarkan Permendag No. 3 Tahun 2022, HET minyak goreng kemasan adalah sebesar Rp14.000.
Selain itu, lanjut Chandra, KPPU melihat bahwa gap atau celah antara harga Crude Palm Oil (CPO) dan harga minyak goreng di Indonesia semakin besar. Dari data rasio harga CPO/minyak goreng, dicatat bahwa rata-rata rasio pada tahun 2021 sebesar 25 persen, sementara pada tahun 2023 menunjukkan angka sebesar 40 persen.
"Sehingga antara dua tahun tersebut, estimasi potensi kerugian konsumen dengan adanya kenaikan harga minyak goreng akibat sentimen tersebut mencapai Rp457 miliar," ucap Chandra.
Sebagai informasi, kisruh antara pengusaha ritel dan Kemendag disebabkan tertahannya pembayaran selisih harga minyak goreng alias rafaksi dari program minyak goreng satu harga pada 2022 lalu sebesar Rp344 miliar.
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey, mengatakan, penyebab tertahannya utang tersebut karena Kemendag berkukuh bahwa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 yang menyebutkan pembayaran silisih harga akan dibayarkan 17 hari setelah program itu selesai (31/1/2022) dibatalkan dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Beleid baru tersebut seakan telah membatalkan peraturan yang ada sebelumnya terkait rafaksi. Padahal, program telah dijalankan.
Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, justru menyebut pihaknya tidak bisa memberikan surat hasil verifikasi rafaksi kepada BPDPKS, sebagai penanggung jawab dana rafaksi. Sebab Permendag nomor 3 tahun 2022 tersebut sudah dibatalkan, dan malah meminta pihak Aprindo untuk menggugat Permendag nomor 6 ke PTUN.