Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga lingkungan Jepang dan Ukraina mengkritisi Group of Seven atau G7 terkait klaim bahwa negara dalam organisasi tersebut memimpin dalam perubahan iklim, namun tetap melanjutkan pembelian batu bara dan bahan bakar fosil dari Rusia.
Svitlana Romanko, Direktur lembaga nirlaba Ukraina Razom We Stand, menekankan bahwa hal ini perlu untuk dibicarakan dalam KTT G7 di Hiroshima, Jepang, pada 19 – 21 Mei 2023 mendatang.
Romanko berpendapat bahwa negara manapun yang membelanjakan minyak atau gas Rusia akan masuk ke dalam pemerintahan Rusia, karena sebagian keuntungan berakhir menuju militer rusia, dan digunakan sebagai dana perang.
“Dari pernyataan presiden Jepang tentang melanjutkan batu bara dan membeli bahan bakar fosil dari Rusia, sepertinya G7 memimpin kita semua menuju bencana iklim tertentu dan mengunci kita, Ukraina, ke dalam kekerasan berdarah selama berbulan-bulan mendatang,” ungkap Romanko dalam press conference G7 tentang Perubahan Iklim dan Perdamaian, Kamis (11/5/2023).
Romanko kemudian menjelaskan bahwa jika G7 ingin memiliki ketahanan energi, maka subsidi energi ‘tradisional’ tersebut perlu dihentikan.
Dalam paparannya, Romanko melampirkan data dari Badan Energi Internasional (IEA), yang memperkirakan bahwa subsidi konsumsi untuk bahan bakar fosil berlipat ganda pada tahun 2022 menjadi US$1 triliun secara global.
Baca Juga
Menurutnya, hal ini tidak masuk akal dikarenakan energi terbarukan telah menjadi sumber energi termurah pada tahun 2022.
Romanko yang juga selaku pendiri Razom We Stand menjelaskan bahwa G7 awalnya dibentuk karena pada tahun 1974 OPEC kembali menciptakan krisis keamanan minyak dan energi.
Krisis tersebut kemudian menyebabkan gangguan ekonomi dan inflasi yang masif. Oleh karena itu Romanko berpendapat bahwa tugas utama bagi pemimpin dunia global adalah menciptakan keamanan energi dan kemandirian energi.
Dalam kesempatan yang sama, emimpin 350.org Masayoshi Iyoda memaparkan bahwa negaranya menjadi pengimpor batu bara Rusia terbesar dalam 100 hari setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Dalam surat kepada Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, Razom We Stand mengatakan bahwa pergeseran Jepang yang lambat dari pembangkit listrik batu bara dan kurangnya dukungan untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil membedakannya dari negara-negara G7 lainnya.
Senada dengan Romanko, lyoda kemudian setuju bahwa Jepang perlu menggunakan posisinya sebagai pemegang presidensi G7 tahun ini untuk menjadi pemimpin dalam isu iklim.
Jepang kemudian juga disarankan untuk tidak mundur dari tujuan iklim dan komitmen keuangan iklim yang telah dinyatakan, dan menghentikan ekspansi gas fosil termasuk LNG.
Sebagai catatan, 350.org merupakan organisasi internasional yang membahas mengenai krisis iklim, dengan tujuan mengakhiri bahan bakar fosil dan mengkampanyekan untuk beralih ke energi terbarukan.
Razom We Stand juga adalah organisasi asal Ukraina yang aktif secara internasional dan menyerukan embargo total dan permanen terhadap bahan bakar fosil Rusia dan segera mengakhiri semua investasi di perusahaan minyak dan gas Rusia.