Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan bahwa utang pemerintah atas selisih harga jual minyak goreng kemasan (rafaksi) diperkirakan mencapai sekitar Rp1 triliun lebih.
Jumlah tersebut merupakan hak dari para produsen minyak goreng dan peritel yang melaksanakan kebijakan harga minyak goreng satu harga pada 2022 sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala menyayangkan apabila pemerintah terus bersikeras mengulur waktu atau bahkan tidak membayar utangnya tersebut. Sebab, kata dia, peritel serta produsen minyak goreng sejatinya telah menelan kerugian yang tidak sedikit akibat kebijakan rafaksi yang hanya sebulan itu.
“Itu kan kerugiannya tidak sedikit. Dari data Aprindo [Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia], kebijakan yang hanya sebulan saja itu sudah mencapai Rp344 miliar. Itu dari sisi Aprindo, belum lagi dari sisi produsen minyak goreng kemasan yang diperkirakan mencapai Rp700 miliar. Total tagihan rafaksi pada Januari 2022 mencapai Rp1,1 triliun,” ujar Mulyawan dalam konferensi pers virtual, Rabu (10/5/2023).
Dia menuturkan, kebijakan rafaksi minyak goreng tersebut pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha. Menurutnya, ketidakpastian pembayaran rafaksi minyak goreng itu akan berakibat menimbulkan ketidakpercayaan pelaku usaha terhadap kebijakan pemerintah selanjutnya. Padahal, saat ini pelaku usaha lebih dari 90 persen menguasai industri minyak goreng.
KPPU mengusulkan agar pemerintah segera mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang baru atau meminta presiden untuk mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) untuk memberikan landasan hukum pembayaran rafaksi minyak goreng kepada peritel.
Baca Juga
“Kebijakan ini akan sangat berbahaya jika pemerintah tidak menepatinya. Di sisi lain trust pelaku usaha kepada pemerintah harus dijaga. Karena merekalah di lapangan mengalami sendiri, menghadapi apa yang terjadi selama pelaksanaan itu terjadi,” jelas Mulyawan.
Sebelumnya, pemerintah beralasan perlu menunggu pendapat hukum dari Kejaksaan Agung untuk membayarkan utang rafaksi minyak goreng. Hal ini karena Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.3/2022 telah dicabut dan digantikan dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim menyampaikan, dalam pertemuan bersama Aprindo yang digelar pada Kamis (5/5/2023), pemerintah telah sepakat untuk melunasi penggantian selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng. Namun dengan catatan, hasil legal opinion atau pendapat hukum dari Kejagung telah diterima Kemendag.
“Yang penting bahwa itu [rafaksi minyak goreng] sepakat akan dibayarkan. Tapi kan legal opinionnya kita belum bisa lihat, apakah nanti setuju dibayar atau tidak,” ujarnya di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Jumat (5/5/2023)