Bisnis.com, JAKARTA – Pergantian presiden setelah 2024 disebut tidak akan mengganggu keberlanjutan pembangunan infrastruktur dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Menurut Direktur Kementerian Perencanaan dan Pengembangan Proyek Infrastruktur Prioritas Nasional Kementerian PPN/Bappenas Sumedi Andono Mulyo, PSN akan menjadi proyek yang akan dihadapi oleh presiden RI selanjutnya.
“Dari perspektif Bappenas, PSN bersifat jangka menengah dan jangka panjang. Jadi, siapapun yang menang pasti akan berhadapan dengan isu pembangunan infrastruktur,” kata Sumedi kepada Bisnis baru-baru ini.
Justru, sambungnya, badan tersebut memberikan masukan dan gambaran mengenai tantangan yang dihadapi serta proyek yang menjadi prioritas kepada calon presiden ketika menyusun visi dan misi.
Sumedi menambahkan, upaya transformasi yang dilakukan negara melalui pembangunan infrastruktur mewajibkan keberlanjutan sebagai syarat utama.
Sebab, kata Sumedi, Indonesia dipastikan tidak mampu merealisasikan cita-cita infrastruktur negara jika terjadi discontinue pembangunan PSN.
Baca Juga
Dalam upaya melakukan transformasi sosial, budaya, ekonomi, sosio-ekologi, tata kelola, dia mengatakan bahwa pemerintah saat ini menyusun rancangan untuk periode 20 tahun.
“Jadi, Bappenas tidak terjebak dengan isu politik,” tegasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, setidaknya terdapat 25 PSN yang ditargetkan rampung tahun ini dengan total nilai mencapai Rp246,96 triliun. Setidaknya ada 5 PSN yang masih dalam tahap penyiapan, 2 sudah masuk pengusahaan, 1 beroperasi sebagian dan sisanya masih tahap konstruksi.
Melihat data tersebut, agaknya tidak akan semua PSN ini rampung dikerjakan sesuai target. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani menilai siapapun penerus Jokowi, PSN yang sudah dicanangkan wajib dilanjutkan.
"Kalau sudah masuk PSN, kalau tidak selesai di pemerintahan Jokowi harusnya dilanjutkan ke pemerintah selanjutnya karena kategori prioritas. Hanya memang yang mungkin jadi kendala, seperti masalah Kereta Cepat Jakarta Bandung [KCJB], itu di awal desainnya B2B, bukan masuk APBN, itu proses politiknya yang agak sedikit berbeda, perlu lobi lagi, hitungannya mesti jelas," tambahnya.