Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan atau KSSK Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa kerentanan Amerika Serikat (AS) yang berpotensi gagal bayar utang merupakan bagian dari dinamika politik negara tersebut.
Baca Juga
Sri Mulyani yang juga Menteri Keuangan menjelaskan bahwa berdasarkan pengamatannya sejauh ini tidak terdapat pengaruh dari isu risiko gagal bayar utang Amerika Serikat terhadap perekonomian Indonesia.
Hal itu terlihat dari pasar yang belum memberikan sinyal terhadap kondisi Negeri Paman Sam. Bahkan, menurut Sri Mulyani, investor masih tetap melirik Indonesia, nilai tukar rupiah pun menguat belakangan.
Sri Mulyani menilai bahwa persoalan risiko gagal bayar utang AS merupakan bagian dari dinamika politik di sana. Pasalnya, kemampuan AS dalam membayar utang bergantung kepada kebijakan meningkatkan batas utang (debt ceiling), yang turut melibatkan parlemen.
"Itu kan dinamika politik sebetulnya, Amerika bisa bayar utangnya kalau debt ceiling dibuka. Ini kan untuk membuka debt ceiling ada dinamika politik, jadi ini lebih merupakan suatu dinamika politik," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK, Senin (8/5/2023).
Menkeu menyebut bahwa apabila AS mengalami gagal bayar, pasar surat berharga negara (SBN) mungkin terpengaruh. Namun, sejauh ini pasar SBN menurutnya masih menarik, imbal hasil (yield) surat utang itu pun masih baik.
Sri Mulyani berpandangan bahwa SBN cukup kuat karena prospek ekonomi Indonesia yang baik. Pada kuartal I/2023, Indonesia berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi 5,03 persen (year-on-year/YoY), lebih tinggi dari sejumlah negara pembanding.
"Kinerja SBN justru terjadi capital inflow, karena dari sekian banyak negara, termasuk negara-negara emerging, Indonesia mungkin termasuk yang memiliki kinerja baik. Dari growth masih di atas 5 persen, itu sangat jarang pada hari ini, inflasi turun duluan, dari sisi fiskal kita membaik, moneter prudent dan terjaga. Ini kombinasi yang agak langka hari-hari ini," kata Sri Mulyani.