Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada kuartal I/2023 tercatat sebesar 4,67 persen dari periode yang sama tahun lalu (year on year/YoY).
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan, sektor manufaktur masih konsisten menjadi sumber utama bagi pembentuk struktur produk domestik bruto nasional (PDB) nasional sepanjang tiga bulan pertama pada tahun ini, yang mencapai 5,03 persen.
“Sektor industri manufaktur tetap sebagai kontributor paling besar dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I/2023, dengan sumbangsihnya yang mencapai 16,77 persen,” kata Agus dalam keterangannya pers, Senin (8/5/2023).
Angka share PDB manufaktur tersebut mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya atau kuartal IV/2022 yang mencapai sebesar 16,39 persen.
Lebih lanjut Agus menjelaskan, pertumbuhan ini utamanya didorong oleh , industri makanan dan minuman mampu tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi bahkan selama dua kuartal berturut-turut.
“Mengingat struktur PDB industri pengolahan nonmigas didominasi oleh andil industri makanan dan minuman yang mencapai 38,6 persen, industri ini menjadi prime mover pertumbuhan kuartal I/2023 ini,” tambah Agus.
Baca Juga
Selain itu, pada kuartal I/2023 ini, Agus menuturkan, industri alat angkutan menunjukkan pertumbuhan tertinggi sebesar 17,3 persen, diikuti industri logam dasar sebesar 15,5 persen serta industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik sebesar 12,8 persen.
“Pertumbuhan industri alat angkutan tumbuh signfikan karena dipacu oleh peningkatan produksi kendaraan untuk memenuhi permintaan kendaraan baru menjelang Lebaran serta peningkatan produksi kendaraan listrik,” tutur Agus.
Penyokong pertumbuhan melesat di industri logam dasar menurutnya lantaran adanya lonjakan permintaan luar negeri, terutama produk olahan bijih nikel seperti ferro nikel, nikel matte, dan nikel pig iron.
“Hal ini sejalan dengan program prioritas pemerintah dalam menjalankan kebijakan hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, yang memiliki multiplier effect yang luas bagi perekonomian nasional,” jelasnya.
Agus optimistis, pelaku industri manufaktur di Indonesia masih memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam menjalankan usahanya. Menurutnya, meski dibayangi kondisi global yang tidak menentu, namun kondisi bisnis khususnya manufaktur Indonesia dalam keadaan stabil.
“Ini terlihat bahwa indikator pada Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global pada April lalu menunjukkan level ekspansi. Sejak Kemenperin meluncurkan IKI pada November lalu, dan selama 20 bulan berturut PMI manufaktur kita tetap sama-sama berada di fase ekspansi,” imbuhnya.
PMI Manufaktur Indonesia pada April berada di posisi 52,7 atau naik signfikan dibanding capaian Maret di level 51,9. Perbaikan kondisi bisnis ini ditopang oleh permintaan domestik yang terus menguat. Ini sejalan dengan IKI bulan April yang telah dirilis sebelumnya oleh Kementerian Perindustrian, yang tercatat di angka 51,38.