Bisnis.com, INCHEON – Bank sentral Filipina mengatakan sebagian negara, termasuk Filipina, gamang beralih ke pelonggaran moneter kendati inflasi domestik menjinak. Penyebabnya adalah kenaikan suku bunga di Amerika Serikat masih terus berlangsung.
Gubernur Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) Felipe M. Medalla mengatakan inflasi di negaranya mulai melandai. Inflasi umum melambat ke 7,6 persen year-on-year (YoY) pada Maret dari 8,6 persen YoY pada Februari, meskipun inflasi inti terakselerasi dari 7,8 persen YoY pada Februari menjadi 8 persen YoY pada Maret.
Angka ini masih jauh dari target tim ekonomi Filipina yang dipasang 2 persen-4 persen.
Medalla meyakini inflasi akan kembali normal pada dua atau tiga bulan terakhir tahun ini.
Dalam kondisi normal, lanjutnya, Filipina bisa saja menjeda kenaikan suku bunga di tengah perlambatan inflasi.
"Pertanyaannya, jika kita menahan suku bunga, tetapi AS terus menaikkan kebijakan suku bunga, akan ada lebih banyak lagi tekanan di pasar keuangan," katanya dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Asean-3 di Incheon, Korea Selatan, Selasa (2/5) sore waktu setempat.
Baca Juga
BSP dalam keputusan terakhirnya pada Maret menaikkan overnight reverse repurchase rate sebanyak 25 basis poin menjadi 6,25 persen. Bank sentral itu telah mengerek suku bunga acuannya 425 basis poin sejak memulai kenaikan pada Mei 2022, menjadikan BSP sebagai otoritas moneter paling agresif di kawasan sejauh ini.
Medalla mengatakan BSP akan memangkas giro wajib minimum atau reserve requirement ratio (RRR) untuk mengompensasi ketidakmampuan menurunkan suku bunga.
"Kita harus mengekspansi kemampuan bank sentral untuk mengintervensi," ujarnya.
Dia mengatakan Filipina pada dasarnya setuju dengan saran Dana Moneter Internasional (IMF) agar kebijakan moneter tetap fokus, bahkan agresif dalam melawan inflasi.