Bisnis.com, JAKARTA - Supply Chain Indonesia (SCI) menilai pembatasan angkutan barang tidak perlu diperpanjang saat arus balik Lebaran 2023.
Senior Consultant Supply Chain Indonesia Sugi Purnoto memberikan saran alternatif agar kebijakan tersebut tidak berisiko mengganggu kegiatan produksi.
"Salah satu saran SCI adalah memperbolehkan kendaraan angkutan barang melintas pada jalan arteri atau non tol agar tidak mengganggu lalu lintas pemudik di jalan tol," katanya saat dihubungi, Rabu (26/4/2023).
Menurutnya, opsi ini dapat dipertimbangkan mengingat mayoritas pemudik kini sudah menggunakan jalan tol Trans Jawa. Selain itu, berjalannya kegiatan distribusi dan logistik juga akan menekan risiko kelangkaan barang.
Lebih lanjut, Kemenhub dan Korlantas Polri juga dapat memberlakukan jam operasional kendaraan angkutan barang. SCI merekomendasikan untuk memberlakukan jam operasional khusus angkutan barang pada malam hari, seperti mulai 20.00 hingga 05.00.
Adapun, SCI melihat perpanjangan pembatasan angkutan barang ini tidak akan menimbulkan kendala terhadap kegiatan ekspor impor di Indonesia. Menurut Sugi, hal ini mengingat kebijakan ini lebih berimbas pada pergerakan atau distribusi barang secara lokal atau domestik.
Baca Juga
Sugi menuturkan, kendaraan pengangkut barang ekspor impor umumnya menggunakan jalur-jalur biasa, bukan jalan tol. Kalaupun angkutan tersebut menggunakan jalan tol, Sugi mengatakan kendaraan tersebut pasti akan melawan arah dari arus mudik Lebaran.
“Jabodetabek kan kosong, yang penuh adalah akses jalan tolnya. Mereka juga cenderung melawan arah seperti pengiriman ke Cikarang dari Tanjung Priok, dan pulangnya lewat jalur biasa yang bukan akses mudik,” ujarnya.
Dia menuturkan, secara mikro kebijakan perpanjangan pembatasan angkutan barang akan berimbas pada perusahaan-perusahaan yang sudah kembali melakukan produksi pada hari ini. Hal ini mengingat waktu cuti bersama sudah selesai pada Selasa (25/4/2023) kemarin.
Dengan perpanjangan pembatasan angkutan, aktivitas distribusi barang produksi akan terhambat. Sehingga, persediaan produksi yang seharusnya didistribusikan ke pelanggan-pelanggan atau pusat logistik lain menjadi menumpuk.
Sementara itu, secara makro kebijakan ini akan memicu kelangkaan sejumlah barang di pasar karena terhambatnya proses distribusi. Hal ini terutama untuk barang-barang yang diproduksi di wilayah lain seperti Jawa Timur dan Jawa Barat untuk didistribusikan ke luar kota seperti Jabodetabek serta sebaliknya.