Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembang: Anggaran PUPR Naik Terus, tapi Harga Rumah Subsidi Ditekan!

Para pengembang rumah subsidi mengeluh selama tiga tahun belakangan tidak ada penyesuaian harga, padahal terjadi inflasi dan kenaikan harga material.
Suasana pembangunan rumah subsidi di Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/1/2021). Bisnis/Abdurachman
Suasana pembangunan rumah subsidi di Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/1/2021). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA- Pengembang rumah subsidi mengaku semakin tercekik dengan harga jual rumah yang tak kunjung naik selama 3,5 tahun ke belakang. Janji manis pemerintah selama ini yang menjanjikan kenaikan harga tak kunjung terealisasi.  

Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Sumatra Utara, Andi Atmoko Panggabean mengatakan pengembang rumah bersubsidi yang berada di daerah didominasi oleh usaha kecil dan menengah (UMK). Kini 99 persen UMK pengembang mulai kehabisan nafas karena harga tak bisa dikerek.

"Kami pengembang-pengembang UMK dari seluruh Indonesia yang selama ini membantu pemerintah untuk membangun rumah subsidi mendesak pemerintah segera menetapkan kenaikan harga rumah bersubsidi. Kalau bisa April ini juga sudah naik,” kata Andi, dikutip Jumat (14/4/2023). 

Menurutnya, jika harga tidak segera naik, maka dipastikan akan menganggu ketahanan cashflow pengembang yang tetap berjuang bertahan selama 3,5 tahun termasuk di masa pandemi Covid-19.

Tak heran jika pengembang rumah subsidi di seluruh Indoneia saat ini berharap-harap cemas menunggu janji pemerintah. Pasalnya, inflasi dalam 3,5 tahun terakhir sudah naik dua digit, serta harga bahan bangunan yang terus meroket.

“Faktanya setiap tahun ada inflasi dan kenaikan harga material. Di Kementerian PUPR setiap tahun rencana anggaran belanja (RAB) untuk berbagai proyek konstruksi dan infrastruktur di kementerian tersebut yang notabene dibiayai APBN itu selalu mengalami kenaikan. Pengembang rumah subsidi ini juga di bawah koordinasi PUPR, tapi kok beda perlakuan?” sergah Andi. 

Dalam situasi sulit itu, pengembang tetap berupaya membangun meski dengan margin yang tipis. REI ingin terus mempertahankan usaha dan membantu pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Dia menjelaskan, pemerintah seharusnya menyadari bahwa ongkos produksi untuk memasok material dasar seperti besi, semen, dan material lainnya yang melonjak drastis, mengingat pemerintah pun memiliki proyek konstruksi yang terus digencarkan. 

Namun, dia heran pemerintah tak juga memberikan pehatian yang sama terhadap produksi rumah subsidi yang terancam akibat harga jual yang tak kunjung naik. Padahal, pengembang membiayai pembangunan dengan modal sendiri, dan bukan dibiayai negara

“Sungguh kami merasa diperlakukan tidak adil. Kami pengembang di daerah ini kadang merasa kok seperti anak tiri di Kementerian PUPR,” ungkapnya.  

Lebih lanjut, dia juga mengkritik pemerintah yang justru mendahulukan insentif fiskal untuk mobil listrik baru. Padahal, mobil bukan kebutuhan dasar seperti halnya rumah. Dia berharap pemerintah tidak buta dan tuli untuk merespon berbagai persoalan perumahan rakyat. 

Senada, Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Kalimantan Selatan, Ahyat Sarbini, menyampaikan babwa tanggungjawab menyediakan rumah bagi MBR adalah beban tugas negara dalam hal ini Kementerian PUPR. 

Dia menilai, amanat konstitusi tersebut seharusnya tidak pernah dilupakan pemerintah. Sementara, pengembang hanya membantu tugas tersebut.

“Patut juga dipertimbangkan bahwa sektor properti ini berkaitan dengan 174 industri ikutan di sektor riil. Kalau sekto ini stagnan, maka ekonomi terganggu. Sekarang banyak pengembang wait and see dan di bawah dilema karena menunggu harga naik dan itu pasti akan memengaruhi pasokan dan realisasi rumah MBR di tahun ini,” ujarnya. 

Di samping itu, pengembang rumah subsidi di seluruh Indonesia juga memiliki karyawan dan tukang yang harus tetap memiliki pekerjaan yang jumlahnya mencapai ratusan ribuan bahkan jutaan orang. Ahyat meminta pemerintah mempertimbangkan hal ini dengan adil dan realistis.

Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Banten Roni H. Adali menambahkan, alasan harmonisasi yang selalu disampaikan pemerintah berkaitan dengan keputusan kenaikan harga rumah subsidi tidak realistis. 

Menurutnya, jika ada niat baik, seharusnya 1-2 minggu harmonisasi sudah selesai, karena masalah ini tidak serumit membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu).

"Seharusnya pemerintah ada target waktu kapan ini selesai. Jadi tidak menunggu tanpa kejelasan seperti sekarang. Pengembang juga tidak merasa terus di PHP-in. Kami di perusahaan saja ada timeline pekerjaan, ini kok pemerintah tidak ada," terangnya. 

Untuk itu, Roni berharap pemerintah menghilangkan semua ego sektoral terkait permasalahan yang dihadapi pengembang rumah subsidi ini. 

Hal ini untuk memastikan pasokan rumah rakyat tetap terpenuhi, termasuk dengan dukungan skema pembiayaan guna membantu keterjangkauan masyarakat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper