Bisnis.com, WAINGAPU — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan penerimaan bagian negara hilang Rp29,39 triliun selama 2 tahun terakhir akibat penerapan kebijakan harga jual gas tertentu atau HGBT untuk tujuh industri yang dipatok US$6 per million British thermal units (MMBtu).
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, penurunan penerimaan negara itu rata-rata sebesar 46,81 persen selama 2 tahun terakhir setelah dibandingkan dengan ketetapan HGBT tersebut.
“Setelah memperhitungkan kewajiban pemerintah kepada kontraktor, yaitu sebesar 46,81 persen atau Rp16,46 triliun pada 2021 dan 46,94 persen atau 12,93 triliun pada 2022,” kata Tutuka saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI yang disiarkan melalui YouTube Komisi VII DPR RI, Selasa (11/4/2023).
Pengurangan penerimaan negara itu mesti dilakukan pemerintah untuk menjaga keekonomian serta kepastian pengembalian investasi yang dilakukan kontraktor pada sejumlah aset migas di dalam negeri saat ini.
Kendati demikian, Tutuka mengatakan, terdapat peningkatan pendapatan perpajakan yang signifikan dari industri penerima bantuan harga gas itu sepanjang 2020 hingga 2021. Pada periode itu, terdapat peningkatan pendapatan perpajakan sebesar 20 persen dari industri penerima kebijakan HGBT.
Hanya saja, apabila dibandingkan dengan 2019, pendapatan perpajakan pada 2021 mengalami penurunan sebesar 3 persen.
Baca Juga
“Pada 2021, seluruh sektor industri penerima kebijakan industri penerima kebijakan HGBT mencatatkan pertumbuhan perpajakan yang bernilai positif. Peningkatan terbesar berasal dari sektor sarung tangan karet, yang mengalami peningkatan hingga 3,5 kali,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Indonesian Petroleum Association (IPA) mengkhawatirkan implementasi kebijakan pemerintah terkait dengan HGBT yang dipatok US$6 per MMBtu dapat mengoreksi minat investasi hulu industri minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia.
Chairman LNG & Gas IPA Joe Frizal menuturkan, kebijakan itu belakangan justru menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha hulu migas yang terlihat dari rendahnya capaian investasi di sektor tersebut.
“Ada ketakutan dari sisi hulu bahwa harga gas yang baru itu bukan lagi bisnis ke bisnis,” kata Joe saat Forum Diskusi Indonesian Gas Society, Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Sebagian besar investor hulu, kata Joe, khawatir apabila kebijakan HGBT itu turut menentukan harga jual-beli gas di hulu sebelum disalurkan pada industri penggunaan atau hilir. Menurut dia, hal itu akan membuat investasi hulu migas yang mahal di Indonesia tidak lagi menarik.
“Dari pertemuan internal kita itu ada semacam ketakutan dari investor upstream bahwa bagaimanapun harga gas itu nanti di plant gate-nya akan jadi US$6 per MMBtu, saya takut investasi di Indonesia jadi kurang menarik,” tuturnya.