Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PLTS Apung Terbesar RI Beroperasi, Kapasitas 561 Kilowatt Peak

PLTS Apung ini merupakan bagian dari pembangunan PLTS dengan total keseluruhan sebesar 920 kWp di beberapa gedung Kompleks PLTGU PLN IP Semarang PGU.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN berhasil mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Apung terbesar di Indonesia dengan kapasitas 561 kilowatt peak (kWp) yang berlokasi di kawasan Tambak Lorok, Semarang/PLN
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN berhasil mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Apung terbesar di Indonesia dengan kapasitas 561 kilowatt peak (kWp) yang berlokasi di kawasan Tambak Lorok, Semarang/PLN

Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN berhasil mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Apung terbesar di Indonesia dengan kapasitas 561 kilowatt peak (kWp). Beroperasinya PLTS terapung di kawasan Tambak Lorok, Semarang tersebut akan meningkatkan bauran energi baru terbarukan di Indonesia.

PLTS Apung yang dioperasikan melalui anak usaha PLN, PLN Indonesia Power (PLN IP) ini merupakan bagian dari pembangunan PLTS dengan total keseluruhan sebesar 920 kWp di beberapa gedung Kompleks Pembangkit Listrik Gas dan Uap (PLTGU) PLN IP Semarang Power Generation Unit (PGU).

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan pembangunan PLTS itu merupakan wujud komitmen PLN bersama anak usahanya dalam upaya mendorong program transisi energi, mengurangi dampak perubahan iklim dan mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060.

"Dalam upaya menuju NZE 2060 PLN telah melakukan beberapa inisiatif. Misalnya adalah dengan tidak lagi membuat kontrak baru pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Sebagai gantinya, PLN mulai membangun pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan [EBT],” kata Darmawan dikutip dari siaran pers, Sabtu (8/4/2023).

Senada dengan Darmawan, Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra menuturkan pembangunan PLTS ini merupakan komitmen PLN IP bersama anak usahanya, PT Indo Tenaga Hijau dalam mewujudkan transisi energi di Indonesia. Pembangunan PLTS ini juga bagian dari upaya optimalisasi lahan potensial yang diintegrasikan dengan pembangkit EBT.

"PLTS Apung ini, dibangun di atas water pond seluas 1 hektar dengan waktu pembangunan selama 8 bulan. Pada tahun pertama PLTS ini akan memproduksi listrik ramah lingkungan sebesar 1,4 juta kWh per tahun dan berkontribusi menurunkan emisi gas Co2 hingga sebesar 1.304 ton per tahun," kata Edwin.

Edwin meneruskan, PLN memiliki program-program inisiatif transisi energi yang mengkonsolidasi dukungan berbagai pihak. Baik entitas bisnis, lembaga pendanaan, yang didukung pemerintah untuk mencapai NZE 2060.

"Hal ini merupakan wujud inovasi yang kami lakukan guna mendukung penyediaan energi bersih di indonesia dan mencapai net zero emission pada tahun 2060," kata Edwin.

Pada perkembangan yang lain, sejumlah asosiasi energi surya, baik pengusaha maupun pengguna, berencana untuk melakukan audiensi dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkaitan dengan hambatan bisnis pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero atau PLN. 

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa mengatakan, sejumlah asosiasi terkait bakal mengirimkan surat permohonan audiensi ke Kementerian Sekretaris Negara (Kemensesneg) pekan ini. Fabby berharap audiensi itu dapat digelar sebelum Lebaran tahun ini.  

“Enaknya kalau sesudah Lebaran Pak Presiden paham, ya kalau bisa dipanggil direksi PLN-nya dan Kementerian Keuangan karena menurut saya Pak Presiden tidak dapat masukkan yang lengkap,” kata Fabby saat ditemui di Jakarta, Selasa (21/3/2023).  

Adapun, rencana audiensi itu sudah disepakati AESI bersama dengan asosiasi lainnya, seperti Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (APAMSI), Perkumpulan Pengguna Listrik Surya Atap (PPLSA), Perkumpulan Pemasang PLTS Atap Seluruh Indonesia (PERPLATSI), dan Asosiasi Pembangkit Surya Atap Bali (APSA). 

Keinginan audiensi itu, kata Fabby, berangkat dari kegelisahan asosiasi atas sikap PLN yang tidak taat pada sejumlah ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No.26/2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum. 

Misalkan, Fabby menerangkan, hingga saat ini perusahaan setrum pelat merah itu belum kunjung menerapkan kebijakan ekspor listrik 100 persen sebagai pengurang tagihan seperti diamanatkan dalam Permen ESDM tersebut. 

Padahal, kata dia, pelonggaran kebijakan ekspor listrik 100 persen lewat perhitungan net metering itu dapat membantu keekonomian inisiatif pemasangan PLTS atap dari sektor rumah tangga hingga industri. 

“PLN sampai hari ini enggan menjalankan Permen 26 Tahun 2021, PLN mengizinkan pemasangan PLTS atap tapi muncul surat edaran internal yang memerintahkan agar GM PLN hanya mengizinkan pemasangan kapasitas maksimal 15 persen dari kapasitas terpasang,” tuturnya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper