Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memberikan empat kesimpulan perihal belum direstuinya impor pengadaan KRL bukan baru (bekas) asal Jepang oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).
Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto mengatakan pihaknya sudah menerima surat hasil audit BPKP pada 29 Maret lalu.
Septian mengatakan ada empat kesimpulan BPKP , pertama rencana impor KRL bukan baru ini tidak mendukung perkembangan industri perkeretaapian nasional. Hal ini juga berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 175/2015 tentang Standar Spesifikasi Teknis Kereta Kecepatan Normal dengan Penggerak Sendiri.
"[Impor] harus memenuhi spesifikasi teknis, yang salah satunya mengutamakan produk dalam negeri," ujar Septian di kantor Kemenko Marves, Kamis (6/4/2023)
Kedua, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah memberikan tanggapan terkait dengan permohonan dispensasi impor KRL tidak baru yang menyatakan permohonan dispensasi ini tidak dapat dipertimbangkan. Hal ini dikarenakan karena fokus pemerintah adalah pada peningkatan produksi dalam negeri dan substitusi impor melalui P3DN.
"Ketiga, KRL bukan baru yang akan diimpor dari Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor," jelasnya.
Baca Juga
Hal inipun sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29/2021 yang mengatur kebijakan dan pengaturan impor menyebutkan bahwa barang modal bukan baru yang dapat diimpor adalah barang modal bukan baru yang belum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri.
"Jadi tadi sudah disebutkan itu [impor] bisa dilakukan kalau belum bisa diproduksi di dalam negeri" tekannya
Keempat, BPKP menjelaskan bahwa dari KRL yang beroperasi saat ini 1.114 unit, tidak termasuk 48 unit yang aktiva tetap diberhentikan beroperasi, dan 36 unit yang dikonservasi sementara.
Septian mengatakan overload saat ini memang terjadi pada peak hour. Namun, secara keseluruhan okupansi 2023 itu adalah 62,75 persen, dan untuk 2024 diperkirakan masih 75 persen, serta pada 2025 menjadi 83 persen.
BPKP juga membandingkan pada 2019 jumlah armada yang siap guna sebanyak 1.078 yang mampu melayani 336,3 juta penumpang.
Sedangkan pada 2023 dengan jumlah penumpang diperkirakan 237,6 juta penumpang, jumlah armada yang ada adalah 1.114 unit.
"Jadi di 2023 jumlah armadanya lebih banyak, tapi estimasi penumpangnya tetap jauh lebih sedikit dibandingkan 2019 yang jumlah armadanya lebih sedikit. Rata -rata jumlah penumpang sekarang sekitar 800 ribu/hari, pada peak hour bisa mencapai di atas 900 ribu. Ini masih lebih kecil dibandingkan 2019 jumlah penumpangnya 1,1 juta," tutupnya