Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Importir Tercekik Gara-gara Aturan, Stok Bahan Baku Penolong Industri Terancam

Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia atau GINSI mengungkapkan arus impor bahan baku penolong manufaktur masih terkendala.
Ilustrasi industri berbahan baku benang./Bloomberg-David Paul Morris
Ilustrasi industri berbahan baku benang./Bloomberg-David Paul Morris

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) meminta pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No.28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian yang dinilai menghambat arus impor terutama bahan baku penolong bagi manufaktur.

Hal ini dilakukan lantaran, sejak berlakunya aturan tersebut, kalangan importir pemegang izin Angka Pengenal Importir Umum (API-U) mengaku kesulitan melakukan importasi. Hal ini dinilai akan berdampak terhadap ketersediaan pasokan bahan baku industri (shortage). 

Dalam beleid itu, importasi bahan baku termasuk baja diatur secara ketat. "Impor Bahan Baku dan atau Bahan Penolong hanya dilakukan oleh Perusahaan Industri yang memiliki nomor induk berusaha yang berlaku sebagai Angka Pengenal Importir Produsen (API-P)," bunyi Pasal 19 ayat 1 PP Nomor 28/2021.

Hal inipun telah disikapi GINSI yang mendesak adanya revisi peraturan. Ketua Umum BPP GINSI Subandi mengkau pihaknya telah melakukan pertemuan bersama jajaran Kemenko Perekonomian.

Dari pertemuan tersebut, GINSI mengklaim kemenko sepakat untuk merevisi. "Namun sampai kini hasil revisinya belum kunjung terbit. Makanya kami mempertanyakan hal itu kembali," kata Subandi dalam keterangan pers pada Kamis (6/4/2023).

Menurutnya, aturan tersebut berpotensi membunuh kelangsungan usaha para importir nasional. Dengan seretnya impor bahan baku, GINSI memperkirakan stok yang ada di pabrik-pabrik hanya bertahan hingga Juni tahun ini.

"Industri nasional saat ini sudah di ujung tanduk lantaran bahan baku tersendat. Kalau gak ada solusi konkret menyelesaikan masalah ini kekuatan kita cuma sampai Juni atau sekitar dua bulan lagi ke depan," kata Wakil Ketua Bidang Logistik Kepelabuhanan, dan Kepabeanan BPP Ginsi Erwin Taufan dalam kesempatan yang sama.

Salah satu importir yang terdampak adalah importir baja PT Tira Austenite. Anggota GINSI itu mengklaim pengajuan izin impor untuk komoditas besi baja dan turunannya, ban, maupun tekstil tidak diproses. 

Tidak hanya itu, GINSI yang beranggotakan lebih dari 1.200 importir ini juga menyoroti Sistem Nasional Neraca Komoditas atau Sinas-NK. Pasalnya, GINSI menyebut, sistem berbasis teknologi informasi ini justru menyulitkan pengusaha dalam melakukan importasi. 

"Adanya permasalahan ini sangat disayangkan karena berdampak pada terhambatnya rantai pasok ke industri manufaktur, barang konsumsi dan lainnya,” kata Subandi. 

Padahal, sambung Subandi, neraca komoditas awalnya disebut akan menyederhanakan perizinan ekspor-impor, serta menjadi dasar penerbitan persetujuan ekspor maupun impor.

Menurut Subandi, saat ini importir dihantui dengan ketidakpastian dan sering mengalami kerugian jika barang impor yang dipesan tidak dapat masuk ke Indonesia, akibat tidak keluarnya izin.

Komoditas yang terdampak oleh Sinas-NK meliputi sparepart, otomotif, ban, baja dan turunannya, serta elektronik sejak diberlakukannya peraturan ini tepatnya pada Desember 2022 lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Widya Islamiati
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper