Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan terjadi penurunan produksi hasil hilirisasi batu bara yang signifikan selama tiga tahun terakhir.
Berdasarkan laporan kinerja 2022 Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara, realisasi peningkatan nilai tambah atau hilirisasi batu bara selama periode itu mencapai 295.515 ton.
Torehan itu melanjutkan tren penurunan yang signifikan sejak 2020 hingga 2021 yang sempat mencatatkan produksi masing-masing di angka 401.000 ton dan 335.000 ton. Dengan demikian susut produksi selama rentang tiga tahun terakhir itu sudah mencapai 26,30 persen.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Irwandy Arif mengatakan kementeriannya masih berupaya untuk meningkatkan kembali produksi dari upaya peningkatan nilai tambah batu bara dalam negeri tersebut tahun ini.
“Masih diupayakan terus kan, untuk datanya saya belum berani komentar,” kata Irwandy kepada Bisnis, Senin (3/4/2023).
Kendati demikian, Irwandy mengatakan kementeriannya tengah membahas peluang pemberian harga khusus batu bara sebagai bahan baku input program hilirisasi kepada perusahaan pemegang izin yang telah komitmen menjalankan program nilai tambah tersebut saat ini.
Baca Juga
Dia menerangkan harga khusus itu bakal diberikan sesuai dengan skema bisnis yang diambil perusahaan terkait. Menurut dia, penetapan harga khusus langsung dapat diberikan pemerintah pada proyek yang dikerjakan oleh PT Bukit Asam Tbk. (PTBA).
“Kalau nanti proyeknya BUMN di bawah pemerintah segala macam itu memang ada harga khusus yang diminta, tetapi kalau untuk yang lain business to business,” tuturnya.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM baru terdapat 11 perusahaan tambang yang berkomitmen untuk melakukan hilirisasi batu bara. Enam di antaranya berkomitmen untuk melakukan proyek gasifikasi batu bara dengan produk akhir dimetil eter (DME) dan metanol.
Keenam perusahaan itu meliputi PTBA, PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Kaltim Nusantara Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Indonesia dan PT Berau Coal. Proyek gasifikasi dari enam perusahaan itu ditaksir membutuhkan pasokan batu bara mencapai 19,17 juta ton setiap tahunnya.
Sisanya, PT Multi Harapan Utama, PT Kideco Jaya Agung, PT Megah Energi Khatulistiwa, PT Thriveni serta PTBA unit usaha lainnya mengolah produk seperti semi kokas dan briket batu bara. Hanya tiga perusahaan yang disebut terakhir yang sudah berproduksi secara komersial.
Ketiga perusahaan itu diperkirakan membutuhkan pasokan bahan baku batu bara mencapai 1,7 juta ton setiap tahunnya. Dari pasokan itu, produksi hilir batu bara yang bisa dihasilkan mencapai 500.000 ton semi kokas dan 105.000 ton briket per tahun.