Bisnis.com, JAKARTA - Penghasilan petani pada Maret 2023 mengalami kenaikan dibandingkan Februari 2023. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai tukar petani (NTP) pada Maret 2023 sebesar 110,85 atau naik 0,29 persen dibandingkan Februari 2023.
Deputi Bidang Statistik dan Distribusi BPS Jasa Pudji Ismartini menjelaskan, peningkatan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,53 persen atau lebih tinggi dibanding indeks yang dibayar petani yang naik sebesar 0,24 persen.
“Komoditas yang mempengaruhi NTP adalah kelapa sawit, jagung, cabai rawit, dan kopi,” ucap Pudji dalam konferensi pers secara virtual, Senin (3/4/2023).
Dia menuturkan, peningkatan NTP tertinggi, yaitu tanaman subsektor perkebunan rakyat yang naik 1,94 persen. Peningkatan terjadi karena indeks harga yang diterima petani sebesar 2,14 persen atau lebih tinggi dibanding indeks yang dibayar petani sebesar 0,20 persen.
“Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan indeks yang diterima petani adalah kelapa sawit, kopi, dan karet,” tuturnya.
Meski demikian, Pudji mengungkapkan, terjadi penurunan NTP pada subsuketor tanaman pangan. NTP ini turun sebesar 1,20 persen. Penurunan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun -0,93 persen, sementara indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,28 persen.
“Komoditas yang memengaruhi penurunan indeks yang diterima petani ini adalah gabah seiring dengan adanya musim panen raya dan juga penurunan harga gabah itu sendiri,” ujarnya.
Baca Juga
Sementara itu, nilai tukar usaha petani (NTUP) pada Maret 2023 tercatat sebesar 111,18 atau naik 0,40 persen dibandingkan Februari.
Kenaikan NTUP terjadi karena indeks harga yang diterima petani naik 0,53 persen atau lebih tinggi dibandingkan biaya produksi dan biaya penambahan barang modal (BPPBM) yang mengalami kenaikan sebesar 0,12 persen.
Menurut Pudji, komoditas dominan yang mempengaruhi kenaikan indeks yang diterima petani ini adalah kelapa sawit, jagung, cabai rawit, dan kopi. Peningkatan NTUP tertinggi terjadi pada subsektor perkebunan rakyat yang naik 2,02 persen.
“Peningkatan terjadi karena indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan sebesar 2,14 persen atau lebih tinggi dibandingkan indeks biaya produksi dan penambahan modal yang naik 0,12 persen,” ucapnya.
Namun, terjadi penurunan NTUP terdalam pada subsektor tanaman pangan sebesar 1,07 persen. Penurunan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun 0,93 persen, sementara indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) mengalami kenaikan sebesar 0,14 persen.
“Kenaikan BPPBM ini didorong terutama oleh upah permanen dan juga harga benih padi,” ucap Pudji.