Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijakan Deforestasi Eropa, CSIS: Jadi Kesempatan Industri Sawit RI Berbenah

Kebijakan Eropa terkait aturan ketentuan bebas produk hasil deforestasi dinilai sebagai kesempatan Indonesia untuk memperbaiki kualitas industri kelapa sawit
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan Uni Eropa terkait aturan ketentuan bebas produk hasil deforestasi dinilai sebagai kesempatan Indonesia untuk memperbaiki kualitas industri kelapa sawit.

Direktur Eksekutif Center For Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, kebijakan tersebut bisa dilihat sebagai kesempatan Indonesia untuk meningkatkan dan memperbaiki industri kelapa sawit dengan memenuhi berbagai standar yang ada.

“Ini juga sebenarnya bisa kita lihat sebagai motivasi atau kesempatan bagi kita untuk meningkatkan, memperbaiki, industri kelapa sawit Indonesia dengan memenuhi berbagai standar-standar yang sudah menjadi semacam parameter di tingkatan dunia,” kata Yose kepada Bisnis, dikutip Senin (20/3/2023).

Selain itu, adanya kesempatan tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk meminta bantuan Uni Eropa guna memperbaiki berbagai masalah di industri kelapa sawit dalam negeri, utamanya petani-petani kecil. 

“Kita harus mengakui bahwa ada permasalahan-permasalahan di dalam praktik-praktik kelapa sawit di Indonesia, tetapi di lain hal kita juga harus meminta bantuan untuk memperbaikinya,” ungkapnya.

Menurutnya, Uni Eropa seharusnya mau membantu Indonesia untuk memenuhi ketentuan yang ada.

“Jadi ini memang kesempatan untuk memperbaiki juga, tapi ada hal yang bisa kita minta sebenarnya dari Uni Eropa. Kalau mereka mengedepankan ini semua, mereka juga seharusnya membantu kita memperbaiki [permasalahan kelapa sawit] segala macam,” ujarnya. 

Di sisi lain, dia mengapresiasi langkah Indonesia yang memilih untuk tidak mengikuti langkah Malaysia memboikot Uni Eropa. Apalagi, pasar Uni Eropa untuk produksi kelapa sawit Indonesia sangat kecil. Dia khawatir, tindakan memboikot tersebut justru berdampak terhadap kepentingan Indonesia lainnya.

Diberitakan sebelumnya, petani kelapa sawit dan karet Malaysia pada Rabu (15/3/2023) mengajukan petisi ke Uni Eropa dalam rangka memprotes aturan ketentuan bebas produk hasil deforestasi yang diterapkan Uni Eropa.

Dalam petisi itu, para petani meminta pihak Uni Eropa untuk meninjau kembali aturan penggundulan hutan dan mengakui kerugian yang ditimbulkannya kepada petani. 

Adapun, sebelumnya perwakilan dari persatuan petani Malaysia atau PKPM telah mengajak petani sawit dan karet Indonesia untuk bersama-sama mengajukan petisi ke Uni Eropa.

“Kami menghargai ajakan dari rekan-rekan petani sawit dari Malaysia, tapi biarkan kami petani sawit Indonesia membuat keputusan dengan cara kami,” kata Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) Gulat Manurung kepada Bisnis, Kamis (16/3/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper