Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KSPI: Potong Upah Buruh akan Membuat Gelombang PHK Baru

KSPI menilai pemotongan upah buruh melalui Permenaker No. 5/2023 hanya akan memberikan efek domino terhadap pertumbuhan ekonomi.
Buruh menggelar aksi demo di kawasan Patung Kuda, Jakarta, pada Rabu (12/10/2022) untuk menyuarakan penolakan kenaikan harga BBM dan sejumlah tuntutan lainnya. /Bisnis-Annasa Rizki Kamalina
Buruh menggelar aksi demo di kawasan Patung Kuda, Jakarta, pada Rabu (12/10/2022) untuk menyuarakan penolakan kenaikan harga BBM dan sejumlah tuntutan lainnya. /Bisnis-Annasa Rizki Kamalina

Bisnis.com, JAKARTA — Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menentang upaya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk menekan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri padat karya tertentu dengan menerbitkan aturan penyesuaian waktu kerja dan upah.

Hal tersebut seiring dengan penerbitan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5/2023 Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global pada awal Maret 2023 lalu. 

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan alasan penerbitan beleid tersebut tidak masuk akal dan merupakan kebohongan dari Kemenaker. Terlebih, dia menentang pemangkasan upah buruh hingga 25 persen bagi pekerja di sektor tersebut.

"Dengan alasan tidak terjadi PHK itu bohong sekali, tidak ada rumusannya. Bahkan, secara ilmu ekonomi sederhana, jika upah dipotong maka daya beli buruh turun, lalu konsumsi turun, pertumbuhan ekonomi turun, akibatnya yang ada pengangguran," kata Said dalam konferensi pers, Sabtu (18/3/2023). 

Dia meyakini, alibi Kemenaker untuk mencegah PHK justru akan memperbesar kemungkinan terjadinya PHK yang lebih masif. Said mejelaskan, pemotongan upah hanya akan mengakibatkan turunnya daya beli atau purchasing power para buruh/pekerja. 

Di satu sisi, Said memahami sektor ini masih mengalami pukulan berat akibat hantaman Covid-19. Akan tetapi, solusi yang ditawarkan Kemenaker itu hanya akan menjadi angin segar bagi segelintir pihak saja, yaitu perusahaan industri padat karya berorientasi ekspor.

"Menyelamatkan segelintir perusahaan, tapi menghantam seluruh perusahaan yang ada karena daya beli menurun, logika nya gak ada seperti ini," jelasnya. 

Tak hanya menurunkan daya beli, Said menuturkan, aturan Permenaker No.5/2023 akan sangat berbahaya bagi industri padat karya jika benar diberlakukan. Dia menilai aturan yang dikeluarkan Menteri Ketenagakerjaan itu telah melawan Perppu No.2/2022 tentang Cipta Kerja. 

"Walaupun Perppu itu kami tolak, tapi faktanya Presiden telah menandatangani Perppu Nomor 2/2022 yang sudah di bawa oleh Pemerintah ke DPR," ujarnya. 

Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa dalam Perppu tersebut disebutkan bahwa pengusaha dilarang membayar upah buruh di bawah upah minimum yang berlaku. Apalagi, Permenaker tersebut dinilai tidak memiliki landasan hukum yang sejalan. 

Di samping itu, Saiq menjelaskan adanya diskriminasi upah jika Permenaker No. 5/2023 berlaku, di mana aturan tersebut melawan UU Perburuhan seperti UU No.13/2003, Perppu No.2/2022, maupun Konvensi ILO (Organisasi Perburuhan Internasional) No. 133. 

"Telah terjadi diskriminasi upah padahal sebenarnya pengusaha berorientasi ekspor. Sementara, perusahaan domestik masi terpukul, kok negara melindungi pengusaha-pengusaha kaya, negara tidak melindungi perusahaan domestik yang masih kesulitan," ungkapnya. 

Pengusaha Sudah Untung

Terakhir, dia mengungkap alasan mengapa Permenaker No.5/2023 tak semestinya diterbitkan. Menurutnya, pengusaha sudah cukup untung dengan berbagai fasilitas kemudahan yang diberikan pemerintah seperti tax holiday, tax amnesty, keringanan suku bunga, hingga tenor pinjaman yang diperpanjang. 

Sementara itu, bagi buruh justru komponen dalam upahnya berkali-kali dipangkas mulai dari tunjangan hingga rencana penyesuaian upah 75 persen dari upah minimum bagi industri padat karya berorientasi ekspor. 

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri menjelaskan aturan tersebut hanya diperuntukan untuk perusahaan yang memenuhi persyaratan pemerintah. 

Indah menjelaskan aturan tersebut hanya akan diberikan bagi perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang meliput industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki. Selain itu, industri kulit dan barang kulit, industri furnitur, dan industri mainan anak.

“Hanya untuk Amerika Serikat dan Benua Eropa, di luar itu tidak boleh ada penyesuaian upah dan penyesuaian waktu kerja,” ujarnya di Jakarta, Jumat (17/3/2023). 

Dia menambahkan, selain persyaratan tersebut, perusahaan industri padat karya tertentu yang dapat menerapkan aturan tersebut minimal harus memiliki jumlah pekerja sebanyak 200 orang.

Pemerintah juga memastikan perusahaan yang menerapkan penyesuaian waktu kerja dan upah merupakan perusahaan yang terdampak perubahan ekonomi global. 

“Permenaker ini hanya berlaku 6 bulan tidak selamanya,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper