Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menuturkan warga atau penghuni tanpa hak (PTH) mulai menguasai sebagian besar lahan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang di akhir tahun 1980-an.
Awalnya, direksi Pertamina saat itu membeli lahan Plumpang dengan luasan mencapai 1.534.510 meter2 dengan nilai Rp514,06 juta dari PT Mastraco lewat Akta Perubahan Nomor 36/1971 tertanggal 8 April 1971.
Belakangan SK Pemberian Hak dari Menteri Dalam Negeri Nomor SK 190/HGB/DA/76 tertanggal 5 Juni 1976 terbit yang mengamanatkan lahan itu digunakan sebagai keperluan pembangunan instalasi minyak.
“Kalau dilihat masyarakat mulai mendekat di akhir tahun 1980-an dan hari ini bisa terlihat begitu padat sampai rumah-rumah masyarakat nempel di dinding pembatas di terminal Plumpang,” kata Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI, Rabu (15/3/2023).
Saat ini luas lahan yang dikuasai Pertamina sebagai wilayah operasi Depo atau operasional hanya di kisaran 71,9 hektare (Ha). Sementara, PTH belakangan menguasai lahan yang sebelumnya dibebaskan Pertamina mencapai 81,6 Ha.
Seperti diketahui, hasil inventaris PT Surveyor Indonesia 2017 lalu memperlihatkan lahan yang dikuasai PTH itu sudah dihuni oleh 34.707 orang dengan 9.234 Kepala Keluarga (KK).
Baca Juga
“Hari ini pasti sudah bertambah jumlahnya yang tinggal di situ, ini semua tersebar di beberapa RT dan RW,” kata dia.
Adapun insiden kebakaran Depo Plumpang, Jumat (3/3/2023) itu diduga berasal dari kebakaran pipa inlet yang menuju tangki penyimpanan di wilayah operasi berdekatan dengan perumahan warga.
Kendati demikian, Pertamina masih menunggu hasil investigasi dari pihak Kepolisian dan Kementerian ESDM untuk memastikan lebih lanjut ihwal penyebab insiden kebakaran Plumpang tersebut.
“Mengenai penyebab kebakaran masih dilakukan investigasi dari aparat penegak hukum, ESDM dan juga dari tim Pertamina,” tuturnya.