Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Surplus Neraca Perdagangan Februari 2023 Diproyeksi Susut Jadi US$3,2 Miliar

Surplus perdagangan Indonesia menyempit menjadi US$3,2 miliar pada Februari 2023, turun dari US$3,87 miliar pada Januari 2023.
Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (8/9/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (8/9/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2023 diproyeksi menyusut dibandingkan dengan capaian pada bulan sebelumnya seiring dengan lemahnya harga komoditas global.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan surplus perdagangan Indonesia menyempit menjadi US$3,2 miliar pada Februari 2023, turun dari US$3,87 miliar pada Januari 2023.

Faisal memperkirakan, ekspor Indonesia pada Februari 2023 tumbuh sebesar 3,51 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), yang utamanya dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas dan berkurangnya low base effect dari larangan ekspor batu bara.

“Tekanan ke atas mungkin berasal dari peningkatan Baltic Dry Index pada paruh terakhir Februari 2023, menunjukkan aktivitas perdagangan yang lebih tinggi,” katanya, Senin (13/3/2023).

Sementara itu, Faisal memperkirakan pertumbuhan impor akan menguat menjadi 8,11 persen yoy dari 1,27 persen yoy pada Januari 2023 karena perusahaan mulai mempersiapkan perayaan Ramadhan. PMI Manufaktur juga tetap berada di wilayah ekspansif.

Faisal berpandangan, neraca transaksi berjalan (current account balance) pada 2023 akan berubah menjadi defisit yang dapat dikelola.

“Kami terus mengantisipasi bahwa neraca transaksi berjalan Indonesia akan berubah menjadi defisit yang dapat dikelola sekitar -1,10 persen dari PDB pada 2023,” jelasnya.

Dia menjelaskan, kondisi ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekspor yang rentan melambat akibat penurunan harga komoditas, didorong oleh permintaan global yang lesu di tengah tingginya inflasi dan berlanjutnya kenaikan suku bunga kebijakan.

Oleh karenanya, surplus perdagangan diproyeksikan menyusut, namun bisa bertahan lebih lama dari yang diantisipasi karena penurunan harga komoditas akan lebih bertahap, berkat pembukaan kembali ekonomi China dan kondisi kawasan Eropa yang lebih baik dari perkiraan.

Pertumbuhan impor juga diperkirakan bisa lebih kuat karena permintaan domestik yang cenderung terus menguat, menyusul pencabutan PPKM pada akhir 2022 dan keputusan untuk melanjutkan Proyek Strategis Nasional.

“Namun, pertumbuhan impor terlihat melemah dari pertumbuhan tahun lalu karena harga minyak yang lebih rendah,” kata Faisal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper