Bisnis.com, JAKARTA – Jepang mencatat rekor defisit neraca perdagangan pada Januari 2023, menyusul penurunan ekspor yang didorong oleh sejumlah faktor insidental seperti tahun baru Imlek.
Dilansir Bloomberg pada Kamis (16/2/2023), Kementerian Keuangan mencatat defisit neraca perdagangan melonjak hingga 3,5 triliun yen (US$26,1 miliar) dari 1,45 triliun yen pada Desember 2022.
Ini merupakan angka defisit di atas 3 triliun yen pertama kalinya sejak akhir tahun 1970an. Defisit ini jauh melebihi rekor sebelumnya, meskipun lebih kecil dari perkiraan para analis.
Pertumbuhan ekspor melambat tajam menjadi 3,5 persen. Ekspor peralatan produksi chip menjadi salah satu hambatan terbesar, tanda melemahnya permintaan sektor teknologi global. Nilai ekspor ke China merosot 17,1 persen menyusul penurunan nilai ekspor mobil, suku cadang mobil, dan mesin-mesin produksi chip.
Sementara itu, ekspor ke AS dan Eropa juga tumbuh dengan laju yang lebih lemah, masing-masing sebesar 10,2 persen dan 9,5 persen.
Sementara itu, impor mencatat lonjakan 17,8 persen dari tahun lalu, karena pengiriman energi yang mahal terus meningkatkan biaya impor. Perusahaan-perusahaan Jepang juga kemungkinan mencoba untuk mengamankan persediaan dari China sebelum perayaan tahun baru Imlek.
Baca Juga
Rekor defisit ini membayangi perekonomian Jepang di tengah upaya mendapatkan momentum pemulihan dan penantian pengganti gubernur Bank of Japan yang baru. Meskipun faktor-faktor insidentil berkontribusi pada defisit, pemerintah dan bank sentral perlu mengawasi seberapa besar perlambatan pertumbuhan terjadi di luar negeri.
Kepala ekonom Norinchukin Research Institute Takeshi Minami mengatakan ekspor Jepang sepertinya tidak akan menunjukkan peningkatan yang kuat sehingga perekonomian secara keseluruhan mungkin akan terus mengalami perlambatan pemulihan.
"Hal ini akan menambah beban BOJ ketika mereka mempertimbangkan normalisasi,” ungkapnya.
Perubahan mendadak kebijakan pembatasan Covid-19 di China juga menjadi pukulan bagi ekspor Jepang, karena kasus Covid melonjak setelah berakhirnya kebijakan Covid-Zero di China. Ekspor ke China dan negara-negara Asia lainnya menyumbang lebih dari 50 persen dari keseluruhan ekspor Jepang.