Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Surplus Neraca Perdagangan Menyusut, Transaksi Berjalan Diramal Defisit 1,1 Persen

BPS mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar US$3,87 miliar pada Januari 2023, turun tipis dari US$3,96 miliar pada Desember 2022.
Maria Elena
Maria Elena - Bisnis.com 16 Februari 2023  |  06:03 WIB
Surplus Neraca Perdagangan Menyusut, Transaksi Berjalan Diramal Defisit 1,1 Persen
Ekspor / freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Neraca transaksi berjalan (current account balance) pada 2023 diproyeksikan bebalik defisit menyusul surplus neraca perdagangan yang terus menyempit hingga akhir tahun.

Pada Januari 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar US$3,87 miliar, turun tipis dari US$3,96 miliar pada Desember 2022.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan bahwa surplus pada Januari 2023 tersebut merupakan yang ke-33 kalinya, namun merupakan yang paling rendah sejak Mei 2022.

Pertumbuhan ekspor Indonesia melonjak menjadi 16,37 persen secara tahunan, yang disebabkan oleh low base effect akibat larangan ekspor batu bara pada tahun lalu. Secara bulanan, ekspor Indonesia pada Januari 2023 turun sebesar 6,36 persen. 

Sejalan dengan itu, impor pada Januari 2023 tercatat tumbuh sebesar 1,27 persen secara tahunan, namun turun 7,15 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Faisal memperkirakan, surplus perdagangan akan terus menyempit sejalan dengan penurunan harga komoditas, misalnya batubara yang turun 37,69 persen pada akhir Januari 2023.

Hal ini menurutnya secara signifikan akan mempengaruhi kinerja neraca perdagangan karena ekspor bahan bakar fosil, terutama batu bara, menyumbang sekitar US$9,83 miliar atau 51,4 persen terhadap peningkatan surplus perdagangan tahun 2022.

“Meski menyusut, surplus perdagangan bisa bertahan lebih lama sebelum berubah menjadi defisit setelah China membuka kembali ekonominya, yang akan mendukung permintaan eksternal. Indikator utama terbaru juga menunjukkan ekonomi global pada 2023 hanya mencatat perlambatan, bukan resesi,” katanya, Rabu (15/2/2023).

Sementara itu, dia memperkirakan pertumbuhan impor pada 2023 dapat lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor didukung oleh penguatan permintaan domestik, menyusul pencabutan PPKM dan keputusan untuk melanjutkan Proyek Strategis Nasional.

Namun, jika dibandingkan dengan pertumbuhannya pada 2022, impor diperkirakan cenderung melemah pada tahun ini karena harga minyak yang lebih rendah dan antisipasi melemahnya kegiatan ekspor.

“Kami terus mengantisipasi bahwa neraca transaksi berjalan akan berubah menjadi defisit yang dapat dikelola sekitar -1,10 persen dari PDB pada tahun 2023 dari perkiraan surplus sebesar 1,05 persen dari PDB pada 2022,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

Neraca Perdagangan neraca transaksi berjalan BPS
Editor : Aprianto Cahyo Nugroho

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top