Bisnis.com, JAKARTA — CEO PT Indomarco Prismatama (Indomaret Group) Sinarman Jonatan mengaku masih bingung dengan industri ritel, meski telah berkiprah selama 40 tahun. Hingga saat ini industri ritel masih mengadopsi model bisnis kuno.
Hal itu disampaikannya dalam acara Penandatanganan Kesepahaman Indomaret Group dengan Gerakan Pemuda Ansor di Kantor Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Menurut Sinarman, masih ada beragam pertanyaan yang tak dirinya mengerti perihal industri ritel.
“Saya bersama teman-teman sudah berada di industri ritel ini kira-kira 40 tahun, tapi saya masih tetap bingung dengan industri ritel, masih tetap banyak pertanyaan yang saya juga tidak mengerti,” ujar Sinarman.
Sinarman menyebut, industri ritel bukanlah sesuatu yang mudah. Bahkan, dia juga mengaku industri ini memang tidak mudah, lantaran sifatnya yang dinamis alias berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman. Dia menyebut, jika setiap ritel tidak mengikuti zaman, maka akan ditinggal konsumen.
“Industri ritel ini sangat dinamis, sangat tidak menentu karena masalah-masalah yang sangat kompleks sifatnya, sehingga kalau kita tidak berubah, kita menjadi tertinggal,” ujarnya.
Baca Juga
Dia juga menyoroti industri ritel saat ini yang masih mengadopsi model bisnis kuno dan tidak mengikuti masa depan.
“Ini bukan masalah yang sekali jadi, tapi ini masalah yang harus diperjuangkan secara terus-menerus. Kelihatannya sangat menarik, tapi banyak yang harus dilakukan,” tuturnya.
Dalam catatan Bisnis, Kementerian Perdagangan (Kemendag) pernah menyebut tren gerai ritel yang berguguran tak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di negara lain.
Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan penutupan gerai ritel juga terjadi di Singapura lantaran tak bisa mengadopsi pola belanja masyarakat yang telah berubah. Namun, dia tak menginformasikan secara detail berapa banyak jumlah gerai ritel yang tutup di Tanah Air.
“Nanti saya cek ya [jumlah gerai ritel yang tutup], itu enggak hanya di Indonesia lho ya, di Singapura juga tren itu ada [tren gerai ritel yang tutup],” kata Budi seusai acara peluncuran Gerakan Kamis Pakai Lokal di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Berdasarkan informasi yang diterima Kemendag, Budi mengungkap konsep ritel besar tidak hanya sekadar tempat berbelanja, melainkan juga harus mengadopsi pola belanja dan gaya hidup masyarakat modern.
“Ketika kami diskusi [dengan APPBI], makanya mal, department store, atau pusat perbelanjaan modern yang bertahan itu apabila dia ada experience dan journey. Jadi orang belanja itu kan sambil pengin jalan-jalan, pengin makan, pengin mungkin hangout sama keluarga dan teman-temannya,” tuturnya.
Budi menambahkan bahwa ritel besar juga akan kalah saing dengan gerai daring (online). Untuk itu, dia menegaskan bergugurnya gerai ritel di Indonesia bukan disebabkan penurunan daya beli masyarakat, melainkan pola gaya hidup yang telah berubah.
“Jadi itu karena pola belanja masyarakat yang berubah, daya belinya nggak berpengaruh kan hanya pindah saja mereka,” pungkasnya.