Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut operasi komersial dari proyek strategis nasional (PSN) hulu minyak dan gas Train 3 LNG Tangguh mundur ke triwulan IV/2023.
Mundurnya operasi komersial fasilitas Train 3 itu kembali terjadi di tengah meningkatnya permintaan untuk gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) oleh pasar Eropa dan Asia setahun belakangan.
“Kami masih menunggu dulu perbaikan dari Tangguh, komersialisasi di kuartal IV akhir tahun ini,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji kepada Bisnis, Senin (20/2/2023).
Adapun, target baru operasi komersial proyek yang menjadi prioritas pemerintah itu kembali molor dari tenggat triwulan pertama tahun ini. Sebelumnya, target itu sempat beberapa kali mundur akibat pandemi sepanjang 2 tahun lalu.
Tutuka mengatakan, pemerintah masih menunggu kesiapan dari proyek Train 3 pada akhir tahun ini untuk dapat menerima permintaan LNG baru dari pembeli potensial di luar kontrak terjadwal. Menurut dia, kontrak baru untuk LNG dengan pembeli potensial bisa dilakukan selepas 2026.
Fasilitas Train 3 nantinya bakal memproduksi sekitar 60 standar kargo LNG tambahan dari produksi saat ini dari dua train lainnya di level 120 standar kargo LNG. Sementara itu, 75 persen produksi dari Train 3 sudah dikontrak oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Baca Juga
“Kita masih menunggu dulu perbaikan dari Tangguh, komersialisasi di kuartal IV akhir tahun ini. Kalau itu sudah OK, lumayan lah kita, tapi kita agak ketat ekspor LNG itu sampai 2026,” kata dia.
Proyek LNG Tangguh adalah proyek produksi dan penjualan LNG yang telah direalisasikan dalam bentuk joint venture antara British Petroleum sebagai operator, pemerintah Indonesia, kontraktor, dan, khususnya masyarakat lokal Papua Barat.
Proyek ini menghasilkan LNG dari ladang gas Wiriagar, Berau, dan Muturi, di Teluk Bintuni, Papua Barat dengan luas 5.966,9 kilometer persegi. Produksi gas bumi rata-rata Lapangan Tangguh tahun 2021 sebesar 1.312 MMscfd, dan status per 14 Juni 2022 sebesar 1.162 MMscfd.
Produksi LNG dimulai pada Juni 2009, dan kargo LNG pertama dikirim pada Juli 2009. Proyek LNG Tangguh menghasilkan 7,6 juta ton LNG setiap tahunnya melalui Train 1 dan 2.
Seperti dilansir dari Shell’s LNG Outlook 2023, permintaan LNG dari Eropa yang meningkat diperkirakan bakal memperketat kompetisi pasar gas cair dengan sejumlah negara di Asia hingga 2 tahun ke depan.
Seperti diketahui, negara-negara Eropa mengimpor 121 juta ton LNG sepanjang 2022. Torehan itu meningkat 60 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya seiring dengan terhambatnya pasokan gas dari Rusia.
“Perang di Ukraina telah menimbulkan efek yang dalam pada keamanan energi dunia dan membawa perubahan struktural yang serius pada pasar termasuk pasar LNG global untuk jangka panjang,” kata Shell’s Executive Vice President for Energy Marketing Steve Hill seperti dikutip dari keterangan resmi, Senin (20/2/2023).
Malahan, berdasarkan catatan Shell, permintaan LNG yang tinggi dari Eropa sepanjang 2022 mendorong pembeli dari negara lain untuk mengurangi impor mereka lantaran harga yang terlanjur terungkit tahun lalu.
Misalkan, harga yang terlanjur tinggi tahun lalu mengoreksi torehan impor LNG dari China dan sejumlah negara di Asia Selatan, seperti Pakistan, Bangladesh, dan India. Sejumlah negara itu belakangan beralih pada energi fosil di antaranya minyak mentah dan batu bara.
Total perdagangan LNG global sempat mencapai di angka 397 juta ton pada 2022. Shell memproyeksikan permintaan LNG bisa mencapai di angka 650 juta ton sampai 700 juta ton setiap tahunnya hingga 2040 mendatang.
“Hal ini memerlukan pendekatan yang lebih strategis untuk mengamankan pasokan yang andal lewat kontrak jangka panjang,” kata Steve.