Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN berhasil menurunkan saldo utang ke level Rp409 triliun pada laporan kinerja keuangan perseroan 2022.
Laporan itu disampaikan Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo saat rapat dengar pendapat (RDP) soal evaluasi kinerja korporasi dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Pencatatan saldo utang tahun lalu itu mengalami penurunan 9,1 persen dari posisi 2020 yang sempat berada di angka Rp450 triliun. Artinya selama dua tahun terakhir, PLN berhasil menekan saldo utang sebesar Rp41 triliun.
“Kami bayar utang dari 2020 sampai 2023 ini sebesar Rp62,5 triliun, ini menurunkan saldo utang hingga Rp41 triliun dibandingkan 2020, tentu saja dalam hal ini kami berhasil meningkatkan revenue diiringi dengan pengurangan cost,” kata Darmawan.
Di sisi lain, PLN turut menekan beban bunga selama dua tahun terakhir mencapai Rp7 triliun. Adapun, beban bunga perseroan tahun ini berada di angka Rp21 triliun atau turun 23,3 persen dari posisi 2020 di angka Rp27,4 triliun.
Darmawan mengatakan penurunan utang dan beban bunga itu berhasil dilakukan lewat sejumlah penyesuaian pada sisi belanja modal dan operasional. Dengan demikian, terdapat penyesuaian ulang untuk sejumlah aset yang dikembangkan PLN sepanjang tahun lalu.
Baca Juga
“Di mana aset-aset yang belum dibutuhkan kita tunda akibatnya capex kita bisa kita kurangi dari Rp70 triliun hanya menjadi Rp57 triliun, adanya kenaikan pendapatan diiringi dengan pengurangan capex dan opex,” tuturnya.
Dengan demikian, rasio cakupan pelunasan utang atau debt service coverage ratio (DSCR) PLN naik ke posisi 1,97 pada 2022. Rasio itu naik 0,56 kali lipat dibanding posisi sebelumnya di level 1,41 pada 2021.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan bahwa upaya transformasi bisnis PT PLN (Persero) telah berhasil menciutkan utang perusahaan setrum pelat merah itu dari Rp500 triliun menjadi Rp404 triliun.
“Bagaimana kita menyehatkan PLN dan terbukti hari ini dari total utang yang dulu Rp500 triliun itu kan sekarang turun menjadi Rp404 triliun, sudah ada percepatan Rp96 triliun, baik utang atau cicilan yang dipercepat,” ungkap Erick dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan BUMN di Gedung DPR Jakarta pada Senin, (5/12/2022).
Erick menuturkan, pihaknya akan terus mendorong transformasi PLN melalui pembentukan holding dan subholding yang berperan penting dalam ketahanan energi Indonesia.
Dalam transformasi bisnis PLN tersebut, PLN sebagai holding akan difokuskan pada transmisi dan ritel, sementara sektor pembangkitan akan dibentuk subholding pembangkit tersendiri. Subholding pembangkit tersebut tidak hanya mengembangkan pembangkit listrik batu bara, tetapi juga pembangkit listrik tenaga surya dan panas bumi.
Selain itu, dalam upaya ini, dilakukan juga spin off subholding beyond kWh yang akan mengoptimalisasi aset yang dapat mendukung pengembangan ekonomi digital Indonesia.
"Ini berdasarkan roadmap-nya kita, bukan road map yang didorong-dorong negara lain sehingga kalau kita mengikuti 100 persen keinginan mereka, yang bisa mengakibatkan tentu listrik kita menjadi lebih mahal," kata Erick.