Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awali 2023, Pengamat: Jangan Takut Ekspor Indonesia Melemah!

Melemahnya ekspor Januari disinyalir imbas pelemahan permintaan Eropa dan Amerika Serikat. Namun, untuk pasar tujuan ekspor China dan India masih prospektif.
Ekspor - freepik
Ekspor - freepik

Bisnis.com, JAKARTA- Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menilai pelambatan ekspor Indonesia pada Januari 2023 dinilai bukan representasi kinerja ekspor sepanjang tahun.

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor Indonesia pada Januari 2023 mencapai US$22,31 miliar, turun 6,36 persen dibandingkan ekspor pada Desember 2022.

Direktur Core Indonesia Muhammad Faisal mengatakan memang ada kekhawatiran pada  2023 ini kinerja ekspor akan melemah seiring pelambatan perekonomian global. Terutama hal itu kepada ekspor komoditas dan manufaktur yang sudah terasa sejak akhir 2022 ke negara-negara tujuan seperti Eropa dan Amerika Serikat.

“Tetapi, manufaktur yang tidak menyasar kepada kedua kawasan tersebut saya rasa masih relatif cukup baik prospeknya. Misalnya ke China atau India. Kita tahu China sudah melepas kebijakan zero covid sehingga prospek ekspor ke negara tersebut ke depan cenderung lebih bagus,” ujar Faisal kepada Bisnis, Rabu (15/2/2023).

Faisal menuturkan ekspor ke China, misalnya besi dan baja masih cukup prospektif ke depan. Sehingga kekhawatiran melambatnya ekspor ke Amerika dan Eropa bisa diredam, karena ada substitusi pasar ekspor.

Lebih lanjut, Faisal memperkirakan bahwa harga komoditas pun tidak akan melemah secara signifikan. Pasalnya, dengan adanya perang Rusia-Ukraina dan potensi-potensi ketegangan geopolitik global yang mungkin terjadi, maka harga komoditas bisa naik kembali.

Terutama, lanjutnya, adalah komoditas berkaitan dengan  energi yang mempunyai kecenderungan terdorong untuk naik, baik minyak bumi, batu bara, maupun  gas.

“Ini untuk minyak efeknya mungkin lebih buruk kepada Indonesia karena net importir minyak. Tapi untuk gas dan batu bara itu positif. Meski ada kecenderungan tidak setinggi yang lalu,” bebernya.

Selain itu, lanjut Faisal, dibukanya ekonomi Cina juga akan ada lonjakan permintaa terhadap energi dan itu akan juga meningkatkan harga. Menurutnya, harga komoditas tidak akan terlalu banyak mengalami penurunan pada tahun ini.

“Meskipun kondisi tertingginya sudah tercapai di tahun 2022. Sehingga pelemahan ekspor relatif tidak akan terlalu besar pada tahun ini,” ujar dia.

Di sisi lain kekhawatiran juga terjadi akan adanya penurunan di sisi impor terutama impor produktif seperti bahan baku penolong dan modal di domestik yang itu bisa jadi indikasi perlambatan ekonomi di dalam negeri.

BPS mencatat nilai impor migas pada Januari 2023 mencapai US$2,91 miliar, dibandingkan dengan posisi Desember 2022 terjadi penurunan 9,21 persen. Selain impor migas, penurunan impor juga dialami bahan baku/penolong sebesar US$ 13,89 miliar pada Januari 2023. Angka ini menurun 3,74 persen atau turun US$538,9 juta dari posisi Desember 2022.

“Namun, kita proyeksikan penurunan tersebut tidak akan terus terjadi, sebab Indonesia mempunyai pangsa pasar besar di domestic dan daya tahan ekonomi kita juga relatif resilience,” ungkap Faisal.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Indra Gunawan
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper