Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Indonesia masih optimistis bahwa harga komoditas masih akan membantu pertumbuhan perekonomian dalam negeri pada 2023.
Menurutnya, optimisme itu berlandaskan sejumlah faktor. Salah satunya terkait dengan kurangnya permintaan dan penawaran untuk beberapa komoditas, terutama gas.
Dia juga menyampaikan bahwa beberapa komoditas seperti suplai pupuk (fertilizer) dari Rusia belum akan masuk ke pasar global. Hal ini seiring masih berlangsungnya perang Rusia vs Ukraina.
“Dengan situasi ini, Indonesia masih optimistis bahwa harga komoditas masih akan membantu meski tidak setinggi periode 2022 kemarin,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (6/2/2023).
Selain itu, Menko juga menyatakan bahwa cuaca di musim dingin saat ini tidak cukup ekstrem, sehingga membuat harga energi tidak melambung seperti perkiraan awal. Adapun beberapa harga komoditas lain disebut masih relatif tinggi.
“Kami monitor dari harga tembaga dan emas itu juga sudah naik 1.900/troy ons. Jadi, kalau kita lihat sampai 6 bulan ke depan relatif harga komoditas belum sebelum pandemi. Supply and demand-nya dalam tanda petik masih shortage,” kata Airlangga.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekspor sepanjang tahun lalu cenderung melambat dibandingkan tahun 2021. Sepanjang 2022, ekspor tercatat naik 16,28 persen year-on-year (yoy), sementara tahun sebelumnya tumbuh 17,95 persen.
Kepala BPS Margo Yuwono menyatakan bahwa perlambatan pertumbuhan ekspor tahun lalu didorong oleh isasi harga komoditas unggulan ekspor Indonesia.
“Windfall ekspor cenderung melemah akibat harga beberapa komoditas unggulan ekspor Indonesia mengalami penurunan terutama CPO [crude palm oil],” pungkasnya.
isasi harga komoditas pada akhirnya membuat pertumbuhan ekspor barang berjalan lambat, atau dari 19,95 persen pada 2021 menjadi 14,41 persen secara tahunan di 2022.