Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah saat ini tengah merevisi aturan impor, salah satunya komoditas kedelai guna mencegah adanya oknum-oknum yang memonopoli dan mempermainkan harga kedelai.
Hal tersebut disampaikan Dirut Perum Bulog, Budi Waseso, dalam konferensi pers di Kantor Pusat Perum Bulog, Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2023).
Dengan adanya pembaharuan regulasi tersebut, impor kedelai akan dikendalikan negara melalui Perum Bulog. Sehingga, importir tidak bisa dengan bebas melakukan impor atau menguasai salah satu komoditas tertentu.
“Karena harganya mahal dan langka, kedelai pengrajin tempe tahu nanti tidak bisa produksi karena bahan baku nggak ada dan ketergantungan impor. Selama ini belum bisa diatur oleh negara, mudah-mudahan nanti dengan pajale [padi, jagung, dan kedelai] diatur negara melalui Bulog sehingga nanti importir tidak bisa bebas impor atau kuasai,” kata Buwas, Kamis (2/2/2023).
Buwas menjelaskan, selama ini impor kedelai tak sepenuhnya dikuasai oleh Perum Bulog sehingga pihaknya tak tahu secara persis berapa banyak kebutuhan kedelai dan berapa banyak kebutuhan kedelai yang harus diimpor. Untuk itu, pemerintah mulai memperkuat sejumlah regulasi agar persoalan dan proses impor kedelai dapat berjalan lebih baik kedepannya.
“Semua harus dikendalikan negara melalui Bulog. Jadi kita tahu persis kebutuhan seperti apa, kalau harus impor berapa sih jumlahnya disesuaikan dengan produksi kita. Tidak semua harus impor, kalau produksi terbatas kekurangannya itu lakukan dengan pemenuhan impor. Sekarang dalam penataan-penataan untuk perbaikan ke depan,” ujarnya.
Merujuk pada Perpres No.125/2022 tentang penyelenggaraan cadangan pangan pemerintah, pemerintah menugaskan Perum Bulog untuk menyelenggarakan Cadangan Pangan Pemerintah atau CPP tahap pertama yang meliputi beras, jagung, dan kedelai. Aturan tersebut tertuang dalam pasal 12 ayat (2).