Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Megaproyek Pembangkit 35.000 MW, Terus Bebani PLN?

Terdapat 415 unit pembangkit yang rampung beroperasi dari 970 unit yang direncanakan untuk kapasitas 35,46 gigawatt (GW). Pembangkit itu milik PLN dan IPP.
Warga melakukan pengisian listrik prabayar di Jakarta, Senin (4/7/2022). Bisnis/Suselo Jati
Warga melakukan pengisian listrik prabayar di Jakarta, Senin (4/7/2022). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan baru separuh atau sekitar 47 persen Proyek Pembangkit 35.000 megawatt (MW) yang telah commercial operation date (COD) atau sudah beroperasi hingga akhir Desember 2022.

Persisnya, baru 415 unit pembangkit yang rampung beroperasi dari 970 unit yang direncanakan dengan potensi daya terpasang 35,46 gigawatt (GW) tersebut. 

Dari 415 unit pembangkit yang sudah COD tersebut, 189 unit di antaranya berasal dari Independent Power Producer (IPP), sisanya sebanyak 226 unit berasal dari PT PLN (Persero). Sedangkan, 572 unit pembangkit listrik sudah teken kontrak, menunggu pendanaan untuk pembangunan.

“Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan untuk kemajuan proyek 35.000 MW secara nasional sudah ada 29.982 MW atau 572 unit atau sebesar 84,6 persen yang sudah berkontrak artinya kemungkinan besar pasti dibangun nanti jika sudah power purchase agreement (PPA) tinggal mencari pendanaannya,” kata Dadan saat konferensi pers, Jakarta, Rabu (1/2/2023). 

Dadan memerinci penyelesaian pembangunan pembangkit telah mencapai 16.596 MW dibandingkan status akhir tahun 2021 yaitu sekitar 11.257,5 MW, atau naik 5.338,2 MW.

Capaian pembangkit yang terbangun pada 2022 yaitu PLTU Jawa-4 unit 5 dan 6 (2x1.070 MW), PLTU Jawa Tengah (PPP) unit 1 dan 2 (2x1.000 MW), PLTGU Riau (294,7 MW), PLTMG Bangkanai FTP 2 (127,1 MW), PLTP Sokoria unit 1 (6,6 MW), PLTP Sorik Marapi FTP-2 (62,8 MW), PLTS Selayar (1,3 MW), PLTS Sangihe (1,3 MW), PLTS Medang (0,3 MW), PLTS Nusa Penida dan Terapung Waduk Nusa Penida (3,19 MW), PLTU Lontar Exp (315 MW), PLTGU Muara Tawar Add-on Blok 2 (165,75 MW), PLTU Sulsel Barru2 (123,4 MW) dan 21 unit PLTM (96,8 MW)

"Proyek pembangkit yang telah kontrak/PPA namun belum konstruksi, saat ini dalam proses pemenuhan persyaratan pendanaan," kata dia.

Di sisi lain,  sebagian besar Proyek 35.000 MW akan dikerjakan oleh perusahan listrik swasta yakni sebanyak 539 unit (70,3 persen) dengan total kapasitas sebesar 24,89 GW,  sisanya sebanyak 431 unit pembangkit atau 29,7 persen dengan total kapasitas 10,57 GW dibangun PLN.

"Sebanyak 226 unit pembangkit yang dibangun PLN dengan total kapasitas listrik 4.698 MW sudah COD sedangkan IPP yang sudah COD sebanyak 189 unit pembangkit (48 persen). IPP yang sudah berkontrak 307 unit pembangkit atau 89,9 persen,” tuturnya. 

Sementara itu, Kementerian ESDM memproyeksikan reserve margin untuk sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali (Jamali) pada tahun ini berada di kisaran 47 persen dari standar yang ditetapkan 35 persen. 

Di sisi lain, reserve margin untuk sistem di luar Jamali diperkirakan akan berada di bawah 29 persen dari standar yang ditetapkan di level 40 persen. 

Sebelumnya, Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah untuk meninjau ulang klausul yang tertuang pada perjanjian jual beli listrik (PJBL) antara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dengan pengembang listrik swasta atau IPP.

Direktur IESR Fabby Tumiwa menilai PJBL yang telah mengikat PLN selama ini cenderung memberatkan arus kas serta operasional perusahaan setrum pelat merah tersebut. 

Apalagi, kata Fabby, PLN terikat kewajiban pembelian minimal 70 hingga 80 persen produksi listrik swasta, yang biasa disebut dengan skema take or pay (ToP). 

Skema itu belakangan memperlebar beban pembelian listrik PLN dari pembangkit swasta. Pada laporan keuangan semester ketiga 2022, PLN mencatatkan beban pembelian listrik mencapai Rp94,22 triliun. Beban itu mengalami kenaikan 22,58 persen jika dibandingkan dengan pembelian listrik pada periode yang sama 2021 di posisi Rp76,86 triliun. 

“Kan tidak wajar, operasional PLTU satu tahun tidak bisa sampai 80 persen, full kok capacity factor yang dipakai, harusnya risikonya berapa yang minim, kalau 60 persen wajar,” kata Fabby saat dihubungi, Minggu (15/1/2023). 

Di sisi lain, pertumbuhan pembelian tenaga listrik itu tidak ikut diimbangi dengan penjualan listrik yang relatif bergerak moderat pada periode yang sama. 

PLN mencatatkan penjualan listrik sebesar Rp231,04 triliun sepanjang Januari hingga September 2022 atau hanya naik 8,57 persen jika dibandingkan dengan pencatatan pada periode yang sama tahun sebelumnya di angka Rp212,8 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper