Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Insentif Energi Hijau di AS, Bagaimana dengan Indonesia?

Amerika Serikat memberikan insentif bagi masyarakat yang akan membeli mobil listrik, panel surya, dan berbagai peralatan yang ramah lingkungan.
Pekerja melakukan pemeriksaan rutin jaringan instalasi pipa di wilayah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Salak di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat./JIBI-Rachman
Pekerja melakukan pemeriksaan rutin jaringan instalasi pipa di wilayah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Salak di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat menggelontorkan sejumlah insentif untuk warganya yang hendak mengganti berbagai barang menjadi lebih ramah lingkungan, seperti insentif dalam pembelian kendaraan listrik dan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS di rumah.

Anggota kongres Amerika Serikat (AS) Alexandria Ocasio-Cortez menilai bahwa bagi sebagian warga di sana, biaya untuk beralih menggunakan energi hijau terasa sangat mahal. Butuh biaya besar untuk memiliki panel surya, berbagai peralatan rumah tangga, hingga kendaraan listrik.

Kongres kemudian menetapkan berbagai kredit pajak atau insentif bagi masyarakat yang akan mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) atau peralatan yang lebih ramah lingkungan. Insentif itu masuk ke dalam Undang-Undang Pengurangan Inflasi yang terbit tahun lalu.

Anggota perempuan termuda di kongres Negeri Paman Sam itu mencontohkan bahwa terdapat insentif untuk instalasi panel surya di rumah, penggantian peralatan rumah tangga yang lebih ramah lingkungan, hingga untuk kendaraan listrik.

Pemerintah AS memberikan insentif hingga US$7.500 atau sekitar Rp112,5 juta (asumsi kurs 15.000) untuk pembelian kendaraan listrik. Terdapat pula insentif hingga US$4.000 atau sekitar Rp60 juta (kurs 15.000) untuk pembelian kendaraan listrik bekas.

"Saat ini kredit tersedia untuk hal-hal seperti panel surya, pembaruan jendela dan pintu, pompa panas, dan lainnya. Akhir tahun ini kami mengharapkan lebih banyak lagi kredit yang akan diluncurkan untuk peralatan seperti oven & kompor listrik," tulis Cortze dalam unggahan media sosialnya pada Rabu (18/1/2023).

Ketika menggelontorkan berbagai insentif untuk barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Cortez menilai bahwa Amerika Serikat masih harus meningkatkan berbagai investasi infrastruktur besar yang berkelanjutan.

Menurutnya, upaya go green tidak bisa hanya bergantung kepada inisiatif publik dalam mengganti berbagai peralatannya sendiri, melainkan perlu dorongan pemerintah melalui berbagai kebijakan dan inisiatif.

"Kita harus terus mengamankan investasi infrastruktur besar yang berkelanjutan dalam hal-hal seperti kereta api berkecepatan tinggi, angkutan umum, kota yang dapat dilalui dengan berjalan kaki, dan banyak lagi," kata Cortez.

Upaya beralih menuju energi hijau juga selalu menggema di Indonesia. Namun, pelaksanaannya tidak seperti di Amerika Serikat, karena kondisinya yang masih sangat berbeda.

Pemerintah Indonesia juga sedang mewacanakan pemberian subsidi untuk pembelian kendaraan listrik dan konversi mesin kendaraan menjadi listrik. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah menyebut anggaran subsidi itu bisa mencapai Rp5 triliun.

Rencana subsidi itu memang baik untuk lingkungan, tetapi banyak masyarakat yang menolak dan keberatan. Pasalnya, pengembangan transportasi umum di Indonesia masih belum optimal, sehingga subsidi kendaraan listrik tidak semata-mata menyelesaikan berbagai masalah, seperti kemacetan.

Penggunaan kendaraan listrik pun tidak sepenuhnya mengurangi emisi, karena listrik di Indonesia mayoritas masih berasal dari pembangkit listrik berbasis batu bara. Lalu, pengguna kendaraan listrik pun cenderung merupakan orang-orang kaya, yang sudah terlebih dahulu memiliki kendaraan berbahan bakar fosil.

Subsidi justru harus diutamakan bagi transportasi umum karena jelas berpengaruh bagi penurunan emisi dan pengurangan kemacetan. Setelah sistem transportasi umum tercipta dengan masif, baru subsidi mobil listrik dapat dilakukan lebih gencar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper