Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa perekonomian dunia diwarnai dengan berbagai gejolak sepanjang 2022. Dia mengatakan 2 faktor yang membuat ekonomi global gelap gulita sepanjang 2022.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perekonomian 2022, yaitu volatilitas harga komoditas yang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh disrupsi rantai pasok global dan kenaikan permintaan yang didorong oleh pemulihan ekonomi.
Di samping itu, terjadinya perang Rusia vs Ukraina yang berlangsung dari awal 2022 semakin menambah tekanan pada disrupsi rantai pasok dan menyebabkan melonjaknya ketidakpastian bagi perekonomian.
Sri Mulyani mengatakan harga gas alam misalnya meningkat ekstrem meski telah mengalami penurunan pada akhir tahun. Harga batu bara juga meningkat drastis dan masih berada pada tingkat yang tinggi, yang mana pada Desember 2022 masih mencapai US$400 per ton.
Harga minyak pun mengalami gejolak yang hampir sama dengan gas alam. Seiring dengan banyaknya pemberitaan mengenai pelemahan ekonomi, harga minyak pun mengalami penurunan hingga mencapai US$83,2 per barel.
“CPO juga terlihat, pada saat awal terjadi perang yang menyebabkan kenaikan harga minyak makan, seperti CPO dan sunflower oil karena supply dari ukraina tidak ada, tapi setelah itu terjadi penurunan yang sangat drastis ke US$720,5 per ton. CPO sekarang sudah merambat naik lagi pada level US$907,1 per ton,” katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (3/1/2023).
Baca Juga
Gejolak pada harga komoditas ini memberikan tekanan pada laju inflasi global sehingga mengalami lonjakan yang sangat tinggi, yang kemudian diikuti oleh kenaikan suku bunga global secara cepat dan agresif.
Inflasi di Amerika Serikat misalnya melonjak sangat tinggi dan sempat di atas 8 persen, meski saat ini sudah melandai ke level 7,1 persen. Suku bunga telah meningkat hingga mencapai level 4,5 persen.
“Meski demikian, dengan inflasi yang 7,1 persen, sebetulnya yang disebut harga, interest rate di AS masih negatif 2,6,” jelasnya.
Lonjakan yang sama juga terjadi di Eropa dan Inggris, di mana suku bunga telah meningkat hingga mencapai 2,5 persen dan 3,5 persen.
Di dalam negeri, tingkat inflasi sepanjang 2022 yang mencapai 5,51 persen menurut Sri Mulyani masih terkendali. Bank Indonesia juga melakukan penyesuaian suku bunga acuan hingga ke level 5,5 persen sepanjang 2022.
“Ini yang mewarnai situasi 2022, yaitu komoditas yang mengalami volatilitas yang cenderung tinggi, direspons dengan kebijakan moneter dari sisi kenaikan suku bunga bahkan dari sisi likuiditas dilakukan pengetatan,” katanya.
Berbagai faktor ini kata Sri Mulyani yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia melambat secara signifikan. Gejolak global tersebut menggerus dari sisi permintaan, yang kemudian menyebabkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global direvisi ke bawah.
“Pada 2022 ini, revisinya beberapa kali dilakukan, tadinya pertumbuhan ekonomi 2022 oleh IMF [International Monetary Fund] diprediksi 4,4 persen, direvisi ke 3,6 persen, dan kembali turun ke 3,2 persen,” jelasnya.