Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mulai 1 Januari 2023, Kuota Hak Ekspor Minyak Sawit Bakal Dipangkas

Pemerintah Indonesia akan memangkas rasio kuota hak eskpor minyak sawit mulai 1 Januari 2023.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia akan memperketat kebijakan ekspor minyak sawit yang efektif berlaku mulai 1 Januari 2023. Rasio kuota hak ekspor minyak sawit akan dipangkas.

Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso, pemerintah akan memangkas jumlah yang dapat diekspor produsen menjadi enam kali dari pemenuhan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). Ketentuan yang berlaku saat ini, rasio kuota hak ekspor produk minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya adalah delapan kali dari DMO CPO dan/atau minyak goreng atau 1:8.

"Perubahan itu akan berlaku mulai 1 Januari," kata Budi, dikutip dari Bloomberg, Sabtu (31/12/2022).

Kebijakan tersebut diambil lantaran pemerintah ingin memastikan pasokan dalam negeri tercukupi selama Ramadan dan liburan Idul Fitri pada April 2023. Hal ini karena produksi akan melemah secara musiman pada kuartal pertama, kata Firman Hidayat, seorang pejabat di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

Di sisi lain, Indonesia juga akan memberlakukan mandat pencampuran biodiesel yang lebih tinggi pada 2023, yang akan meningkatkan konsumsi minyak sawit dalam negeri.

“Kami tidak ingin pasokan dalam negeri berkurang dan berisiko menaikkan harga lokal,” kata Firman.

Sementara itu, langkah untuk memperketat ekspor tersebut mengangkat harga minyak sawit di pasar berjangka Kuala Lumpur, sebagaimana kebijakan itu akan mendorong Malaysia, eksportir minyak sawit terbesar kedua, untuk meningkatkan pengiriman. Kontrak berjangka naik 2,2 persen menjadi ditutup pada 4.178 ringgit (US$949) per ton pada hari Jumat, level tertinggi dalam sebulan.

Gnanasekar Thiagarajan, Head of Trading and Hedging Strategies Kaleesuwari Intercontinental memandang kebijakan terbaru itu akan semakin membatasi pasokan minyak sawit, sebagaimana Indonesia berencana meningkatkan penggunaan minyak sawit untuk biofuel. Dia pun melihat prospek harga yang lebih tinggi pada kuartal pertama 2023.

Meskipun melonjak sekitar 9 persen pada pekan ini, minyak sawit berjangka membukukan penurunan tahunan pertama dalam 4 tahun. Harga turun 11 persen pada 2022, setelah meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 3 tahun sebelumnya, termasuk lonjakan 30 persen pada 2021 saja. Harga rata-rata minyak sawit mentah di Malaysia diperkirakan turun lagi 25 persen tahun depan karena produksi lokal yang lebih tinggi dan peningkatan ketersediaan minyak nabati utama lainnya, menurut Dewan Minyak Sawit Malaysia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper