Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kaleidoskop 2022: Transformasi Pelabuhan Pelindo di Negeri Maritim

Bisnis.com merangkum upaya Pelindo dalam melakukan transformasi pelabuhan sepanjang 2022.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia yang masyhur sebagai negara maritim dengan nenek moyang pelaut ternyata masih memiliki segudang persoalan logistik angkutan laut yang menjadi tantangan untuk Tanah Air.

Negeri Zamrud Khatulistiwa yang memiliki lebih dari 17.000 pulau ini membuat angkutan barang lewat laut sebagai kunci pergerakan ekonomi. Distribusi bakal mengandalkan kapal-kapal yang mampu mengangkut barang dalam jumlah besar.

Masalahnya, biaya logistik dan layanan pelayaran sulit untuk distandardisasi. Kapal-kapal dari pusat-pusat produksi di wilayah barat biasa berlayar menuju ke timur dengan muatan penuh.

Namun dari timur, kapal-kapal ini kembali ke barat dengan palka hanya separuh terisi, atau bahkan kosong. Akibatnya, biaya logistik menjadi mahal.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pelabuhan di Indonesia Timur rata-rata memuat barang tak sampai separuh dari volume barang yang dibongkar. Pada 2020, tujuh pelabuhan strategis di Indonesia Timur (Bitung, Makassar, Biak, Ambon, Sorong, Jayapura, dan Tenau) membongkar 13,8 juta ton barang pada pelayaran domestik, tetapi hanya memuat 6,2 juta ton barang.

Hal tersebut dipertegas Direktur Utama PT Subholding Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) M. Adji, bahwa muatan kapal dari Jakarta dan Surabaya ke Indonesia Timur tak berimbang.

“Sekembalinya dari timur, kapal-kapal ini maksimum hanya terisi 30 persen, atau bahkan kosong,” ujarnya, Selasa (20/12/2022).

Apabila diperinci, biaya logistik berasal dari berbagi macam pos biaya. Porsi terbesar (39 persen) berasal dari biaya gudang dan inventori, disusul kemudian biaya angkutan darat (37 persen), ongkos pelayaran dan pelabuhan (12 persen), serta biaya administrasi (11 persen).

Meski kontribusinya terhadap total biaya logistik tidak dominan, biaya pelayaran dan pelabuhan masih dapat ditekan untuk menurunkan biaya distribusi barang. Dengan ongkos logistik yang lebih rendah, ketimpangan distribusi dan disparitas harga antar wilayah dapat dikurangi.

Transformasi layanan pelabuhan menjadi pekerjaan rumah PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) usai melakukan merger. Direktur Utama Pelindo Arif Suhartono berupaya keras untuk memperpendek port stay dan cargo stay.

“Ini sudah banyak terjadi khususnya di Pelabuhan di Timur, mereka bisa memangkas port stay 30 persen bahkan di beberapa tempat sebesar 50 persen,” jelasnya.

Arif berpendapat upaya tersebut memberi manfaat kepada pelayaran atau shipping line dan pemilik barang atau cargo owner. Makin pendeknya waktu sandar dan waktu bongkar muat membuat biaya operasional makin efisien, dan diharapkan pergerakan kapal dapat meningkat.

Semenjak merger dalam setahun terakhir, Pelindo rajin melakukan langkah transformasi untuk meningkatkan kinerja pelabuhan. Transformasi dilakukan secara bertahap, mulai dari perbaikan sistem dan tata letak pelabuhan, optimalisasi peralatan bongkar muat, peningkatan kapasitas dan kapabilitas pegawai, pembangunan akses dan fasilitas pelabuhan, hingga perbaikan sistem operasi dengan teknologi digital.

Melalui optimalisasi peralatan, Pelindo memindahkan alat bongkar muat, seperti derek dermaga (quay container crane - QCC) dan derek penumpukan (rubber tyred gantry - RTG) ke pelabuhan dengan tingkat pertumbuhan tinggi. Selain mempercepat proses bongkar muat, optimalisasi peralatan juga memangkas biaya operasi.

Kebutuhan minimum peralatan dapat dipenuhi tanpa harus membeli alat baru yang mahal dan makan waktu. Sebagai gambaran, harga derek QCC-baru berkisar antara Rp140 milliar - Rp160 milliar, sedangkan RTG antara Rp40 milliar - 50 milliar per unit. Dengan optimalisasi alat, Pelindo dapat menghemat biaya hingga Rp500 miliar selama setahun terakhir.

Sementara, untuk mempercepat arus barang, akses ke pelabuhan diperbaiki. Pelindo melalui anak usaha di bawah Sub Holdingnya, PT Pelindo Solusi Logistik ikut berinvestasi pada pembangunan Jalan Tol Cibitung –Cilincing. Jalan tol sepanjang 34,7 Km ini akan mempercepat mobilitas logistik dari kawasan industri di timur Jakarta yakni Bekasi, Cibitung, Cikarang, dan Karawang menuju Tanjung Priok, dan sebaliknya.

Pelindo juga memperbaiki integrasi antarmoda sehingga arus barang menuju dan keluar dari pelabuhan menjadi lebih lancar, karena terdapat beberapa akses alternatif dalam kegiatan transportasi multimoda yakni menggunakan kereta api barang atau truk.

Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara, Sumatra Utara kini terhubung dengan Tol Trans Sumatra dan kereta barang, sehingga memiliki akses dengan pusat-pusat perekonomian, seperti Kuala Tanjung Industrial Estate dan KEK Sei Mangkei.

Pengembangan prasarana pelabuhan juga dikebut. Akhir Agustus 2022, Pelindo meresmikan pelabuhan barang terbesar di Kalimantan, yaitu Terminal Kijing di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.

Terminal dengan proyeksi kapasitas ultimate hingga 1,95 juta TEUs peti kemas dan 28 juta ton barang ini dibangun untuk menggantikan Pelabuhan Dwikora, Pontianak. Diharapkan, Kijing dapat mempercepat akses dari kawasan industri menuju pelabuhan bongkar muat.

Pelindo juga mengembangkan kerja sama dengan operator global untuk mempercepat standar pelayanan internasional. Misalnya, dengan menggandeng konsorsium Indonesia Investment Authority (INA) dalam pengembangan Belawan New Container Terminal (BNCT).

Sementara itu, untuk mengatasi ketimpangan volume muatan di wilayah timur dan barat Indonesia, Pelindo memperkenalkan konsep hub (pelabuhan utama) dan spoke (pelabuhan pengumpan), agar kapal dapat bergerak efisien.

Berdasarkan data kapasitas pelabuhan serta sebaran dan volume muatan, Pelindo menentukan pelabuhan besar yang dapat menjadi hub, sebagai pusat pengiriman barang jarak jauh dengan kapal-kapal besar; dan spoke, pelabuhan kecil dan menengah yang akan menyebarkan barang ke daerah tujuan.

"Dikumpulkan dulu di Surabaya, misalnya, lalu dikirim ke satu pelabuhan di Indonesia Timur, baru kemudian ada loop kecil yang mendistribusikannya ke tempat-tempat terpencil,” terang Adji.

Penentuan hub dan spoke ini penting untuk penyetaraan tingkat layanan dari barat ke timur sehingga shipping line memiliki kepastian soal waktu sandar. Berbagai jurus peningkatan kinerja itu dibarengi dengan standarisasi sistem operasi pelabuhan.

Menandai satu tahun merger pada awal Oktober 2022, Pelindo meluncurkan sistem operasi pelabuhan Terminal Operating System (TOS) Nusantara. Sistem ini digunakan untuk merancang, mengendalikan, memantau, dan membuat laporan seluruh aktivitas pelabuhan seperti bongkar muat, penumpukan, relokasi, serta pengaturan gerbang (gate in - gate out).

Dengan TOS Nusantara, operator pelabuhan akan mengatur pergerakan kapal, derek, truk, serta kedatangan dan keberangkatan kontainer. Sistem operasi tersebut akan menentukan, misalnya, alokasi dermaga. Kapal apa, akan menggunakan dermaga nomor berapa, dan untuk berapa lama.

Dengan TOS Nusantara, integrasi sistem operasi pelabuhan peti kemas Indonesia mulai dirintis. Sistem baru ini untuk sementara memang hanya digunakan di Terminal Petikemas Makassar, tapi secara bertahap akan dioperasikan pada terminal lain di Indonesia.

Di Pelabuhan Ambon, misalnya, kecepatan bongkar muat meningkat hampir tiga kali lipat, dari 12 menjadi 35 boks per kapal per jam (box ship hour/BSH). Dengan peningkatan itu, waktu sandar bisa dipersingkat dari rata-rata tiga hari menjadi hanya satu hari.

Di Terminal Peti Kemas (TPK) Makassar juga sama. Kecepatan bongkar muat naik dari 20 jadi 42 BSH dan waktu sandar kapal dipangkas hingga separuhnya. Di Belawan, waktu sandar dapat dipotong hingga menjadi sepertiga, dan di Kuala Tanjung waktu sandar kapal rata-rata hanya 15 - 25 jam, tidak perlu berhari-hari.

Untuk angkutan non-peti kemas, sejumlah kemajuan patut dicatat. Di Pelabuhan Tanjung Intan, misalnya, bongkar muat meningkat dari semula 114 ton gang hour (TGH per kapal) menjadi 175 TGH. Begitu pula di Makassar, dari 105 menjadi 125 TGH.

Melalui berbagai jurus transformasi, rata-rata kecepatan penanganan peti kemas meningkat dua kali lipat, dan port stay dapat dikurangi dari semula 2-3 hari menjadi satu hari.

Peningkatan pelayanan itu diakui oleh perusahaan pelayaran pengguna pelabuhan. Bambang Gunawan dari PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL), misalnya, memuji pelayanan Pelindo yang kini cepat tanggap dan efisien.

Meski tak semua pelabuhan mendapatkan tambahan peralatan, hampir semua pelabuhan besar di Indonesia, kinerjanya membaik. Di Pekanbaru dan Jayapura juga sama. Meski kedua pelabuhan tak mendapat tambahan alat, tetapi kini terdapat tim teknis yang dapat mengatasi berbagai persoalan dengan cepat.

Saat ini SPIL mengoperasikan enam kapal kargo dengan kapasitas antara 1.000 – 1.500 peti kemas, untuk pelayaran long haul dari Belawan ke Pekanbaru, lalu ke Jakarta, kemudian menyusuri Surabaya, Makassar, Ambon, Sorong dan berakhir di Jayapura.

“Dulu, waktu tempuh biasanya 42 hari, sekarang cukup 36 hari,” kata Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper