Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan melakukan penyesuaian pengaturan di bidang Pajak Penghasilan (PPh) sesuai amanat Undang-undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dalam satu Peraturan Pemerintah (PP). PP tersebut yaitu PP Nomor 55/2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor menyampaikan, adanya penyesuaian tersebut dilakukan untuk lebih memberikan kepastian hukum, penyederhanaan dan kemudahan administrasi perpajakan, serta dalam rangka mencegah praktik penghindaran pajak dengan tetap memerhatikan tata kelola pemerintahan yang baik.
Dalam beleid tersebut, sejumlah ketentuan bersifat meneruskan amanah pasal 32 C UU HPP untuk selanjutnya diatur di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) seperti Bab II tentang Objek PPh, Bab III tentang Pengecualian dari Objek PPh, dan Bab IV tentang Biaya yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.
“Ketentuan lainnya, untuk penyusutan harta berwujud berupa bangunan permanen dan/atau amortisasi harta tak berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun, Wajib Pajak dapat memilih menggunakan masa manfaat 20 tahun berdasarkan UU PPh atau masa manfaat sebenarnya sesuai pembukuan Wajib Pajak dengan syarat taat asas,” jelas Neil mengutip siaran pers, Jumat (23/12/2022).
Adapun khusus untuk harta yang dimiliki sebelum tahun pajak 2022 dan telah disusutkan/diamortisasi sesuai masa manfaat dalam UU PPh, Neil menuturkan, Wajib Pajak masih bisa memilih menggunakan masa manfaat sebenarnya sesuai pembukuan Wajib Pajak dengan menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Terkait ketentuan pemberian natura dan/atau kenikmatan, yang mana sebelumnya bukan merupakan objek pajak bagi pihak penerima dan tidak dapat dibebankan bagi pihak pemberi, saat ini menjadi objek pajak bagi pihak penerima dan dapat dibebankan bagi pihak pemberi (taxable and deductable). Ketentuan tersebut mulai berlaku sejak tahun pajak 2022.
Kendati demikian, kewajiban pemotongan PPh atas natura dan/atau kenikmatan oleh pemberi kerja mulai berlaku untuk penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh sejak 1 Januari 2023.
Terdapat pula penyesuaian pengaturan terkait PPh final atas penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu sampai dengan Rp4,8 miliar, yang sebelumnya tercantum dalam PP Nomor 23/2018.
Neil menyampaikan, pada subjek pajak, selain orang pribadi juga termasuk Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, perseroan terbatas, atau BUMDes/BUMDesma.
Lebih lanjut, Wajib Pajak orang pribadi dengan peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun pajak tidak dikenaikan PPh final 0,5 persen.
“Selain itu, ada juga dua bab yang mengatur ketentuan pajak internasional, yaitu Bab VII tentang Instrumen Pencegahan Penghindaran Pajak dan Bab VIII tentang Penerapan Perjanjian Internasional di Bidang Perpajakan,” pungkasnya.