Bisnis.com, JAKARTA - Bank Dunia memangkas prospek pertumbuhan ekonomi China karena kebijakan pembatasan penyebaran Zero Covid dan tekanan real estat membebani negara ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.
Dilansir dari Aljazeera pada Rabu (21/12/2022), lembaga yang berbasis di Washington tersebut memangkas pertumbuhan China tahun 2022 menjadi 2,7 persen, turun dari 4,3 persen yang sepelumnya diproyeksikan pada bulan Juni.
Selain itu, Bank Dunia juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China untuk tahun depan dari 8,1 persen menjadi 4,3 persen.
Bank Dunia mengungkapkan aktivitas ekonomi di China terus mengikuti naik turunnya penyebaran pandemi Covid-19 dan perlambatan pertumbuhan telah diikuti oleh pemulihan yang tidak merata.
“Pertumbuhan PDB riil diproyeksikan mencapai 2,7 persen tahun ini, sebelum pulih menjadi 4,3 persen pada 2023, di tengah pembukaan kembali ekonomi,” tulis Bank Dunia dalam pernyataannya.
China telah mulai melonggarkan kebijakan Zero Covid yang ketat setelah diberlakukan selama hampir tiga tahun, namun pembatasan yang tersisa dan lonjakan infeksi terus membebani aktivitas bisnis.
Baca Juga
Direktur negara Bank Dunia untuk China, Mongolia, dan Korea Mara Warwick mengatakan adaptasi berkelanjutan China atas kebijakan pandeminya akan sangat penting bagi pemulihan ekonomi dan kesehatan masyarakat negara tersebut.
"Upaya percepatan kesiapsiagaan kesehatan masyarakat, termasuk upaya untuk meningkatkan vaksinasi, terutama di antara kelompok berisiko tinggi, dapat memungkinkan pembukaan kembali yang lebih aman dan tidak terlalu mengganggu," kata Warwick.
Bank Dunia mengatakan bahwa ekonomi China juga menghadapi risiko terkait non-pandemi yang signifikan, termasuk prospek global yang tidak pasti, perubahan iklim, dan tekanan berkelanjutan di pasar real estate di tengah tindakan keras Beijing terhadap praktik pinjaman berlebihan.
Ekonom Bank Dunia untuk China Elitza Mileva mengatakan dukungan kebijakan ekonomi makro yang berkelanjutan akan diperlukan, karena pertumbuhan diperkirakan akan tetap di bawah potensi dan lingkungan global yang melemah.
"Mengarahkan sumber daya fiskal ke belanja sosial dan investasi hijau tidak hanya akan mendukung permintaan jangka pendek tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan yang lebih inklusif dan berkelanjutan dijangka menengah." ungkap Elitza Mileva.