Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Moratorium Ekspor Tin Ingot, Pemerintah Tunggu Audit BPKP

BPKP melakukan audit menyeluruh terhadap tata kelola serta perdagangan timah domestik menyusul komitmen pemerintah memperluas moratorium ekspor.
BPKP melakukan audit menyeluruh terhadap tata kelola serta perdagangan timah domestik menyusul komitmen pemerintah memperluas moratorium ekspor.
BPKP melakukan audit menyeluruh terhadap tata kelola serta perdagangan timah domestik menyusul komitmen pemerintah memperluas moratorium ekspor.

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah masih menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait dengan keputusan akhir moratorium ekspor balok timah atau tin ingot yang awalnya direncanakan efektif akhir tahun ini.

Seperti diketahui, BPKP tengah merampungkan audit menyeluruh terhadap tata kelola serta perdagangan timah domestik menyusul komitmen pemerintah memperluas moratorium ekspor sejumlah produk mineral logam selain bijih nikel dalam waktu dekat.

“Mereka sudah melakukan audit sudah jalan, nanti akan dilaporkan langsung kepada para menteri yang memerintahkan,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (6/12/2022).

Keputusan audit itu diambil lewat rapat tingkat menteri yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada Agustus 2022 lalu terkait dengan tindaklanjut larangan ekspor tersebut. Rencanannya audit itu berjalan selama tiga bulan mendatang sejak ditugaskan kepada BPKP Agustus 2022 lalu.

Audit itu, kata Ridwan, bakal menyisir dari sisi hulu penambangan berkaitan dengan pengelolaan izin usaha pertambangan, midstream yang meliputi kapasitas pemurnian hingga penetrasi industri hilir untuk menyerap serta menjual produk jadi olahan balok timah tersebut.

“Kalau moratorium diperintahkan siap, ya kita mesti siap. Audit ini lebih ke tata kelola tata niaga yang ilegal ilegal ini,” tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan penjualan tin chemical yang dilakukan PT Timah Industri, anak usaha PT Timah Tbk di bidang industri kimia Tin Based Tin Chemical, belum sesuai dengan target dan menanggung beban depresiasi atas idle capacity sebesar Rp28,84 miliar.

Beban depresiasi itu ditanggung PT Timah Industri atas pengelolaan dan penjualan tin chemical yang tidak optimal sepanjang 2019 hingga 2021.

Pemeriksaan badan audit itu tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan kinerja atas efektivitas manufaktur dalam rangka peningkatan nilai tambah sumber daya mineral timah tahun buku 2019, 2020 dan 2021 pada PT Timah Industri dan Instansi Terkait di Jakarta, Banten dan Bangka Belitung yang disahkan pada 20 April 2022.

Sekretaris Perusahaan PT Timah Abdullah Umar membenarkan ihwal hasil pemeriksaan BPK tersebut. Menurut Abdullah, kapasitas produksi PT Timah Industri sepanjang 2019 hingga 2021 belum memenuhi kapasitas terpasang. Konsekuensinya, produksi dari pabrikan hilir timah itu tidak memenuhi target sesuai kapasitas yang ditargetkan perseroan.

“Namun dilihat dari peningkatan produksi di tahun 2019 sampai dengan 2021 yang mengalami peningkatan signifikan produksi dari 200 sampai 300 ton per bulan pada 2019, terus meningkat menjadi 600 sampai 700 ton per bulan,” kata Abdullah saat dihubungi, Selasa (1/11/2022).

Abdullah mengatakan tren peningkatan produksi itu sudah mencapai 85 persen dari kapasitas terpasang sepanjang 2020 hingga 2021. Torehan itu, kata dia, juga turut dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan produk tin chemical di pasar domestik dan internasional.

“Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya permintaan produk tin chemical baik dari dalam negeri dan luar negeri, beban depresiasi juga sudah mengalami penurunan,” tuturnya.

Perincian beban depresiasi atas idle capacity itu di antaranya pada 2019 sebesar Rp11,63 miliar, 2020 sebesar Rp12,28 miliar dan 2021 sampai dengan November di angka Rp4,93 miliar.

Berdasarkan pemeriksaan BPK, produksi dan penjualan tin chemical menurun di bawah 3.000 ton pada 2018 disebabkan karena adanya perubahan regulasi emisi di China yang membuat produsen 2-EHTG tidak berproduksi.

Kondisi itu berlanjut sepanjang 2019 hingga November 2021, produksi dan penjualan tin chemical mengalami peningkatan tetapi penjualan masih di bawah target yang ditetapkan dalam rencana kerja dan anggaran (RKAP).

Berdasarkan data produksi, penjualan dan pengiriman logam timah dari PT Timah Tbk kepada PT Timah Indonesia selama lima tahun terakhir mengalami kenaikan dari 2017 sampai dengan 2019. Hanya saja, tren itu justru mengalami penurunan setelah 2019 sampai 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper