Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MTI: Subsidi Kereta Barang Bisa Alihkan Minat Pengguna Truk ODOL

MTI menilai pemberian subsidi untuk kereta barang bisa membuat pengguna truk ODOL beralih.
Truk sarat muatan atau over dimension over load (ODOL) melintas di jalan Tol Jagorawi, Jakarta, Selasa (14/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Truk sarat muatan atau over dimension over load (ODOL) melintas di jalan Tol Jagorawi, Jakarta, Selasa (14/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu memberikan subsidi angkutan barang berbasis rel untuk mengurangi dominasi angkutan jalan yang rawan memicu munculnya truk ODOL atau sarat muatan.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan bahwa subsidi, atau penetapan tarif Public Service Obligation (PSO), bisa diberikan kepada angkutan barang berbasis rel.

Djoko menilai tarif PSO untuk kereta barang bakal bisa menarik para pengusaha pemilik barang untuk beralih dari angkutan jalan ke angkutan rel.

"Di angkutan barang [jalan raya] sudah ada subsidi. Jalur rel belum ada, maka berikanlah subsidi itu sehingga tarifnya menurun. Dulu pernah dibahas menghilangkan PPN, atau menghilangkan tarif CHC, tapi tidak bisa," jelasnya, Kamis (1/12/2022).

Dengan subsidi, tarif kereta barang akan bisa lebih murah sehingga menarik minat pemilik barang. Apalagi, dominasi penggunaan angkutan jalan untuk pengiriman barang rawan memicu penggunaan truk kelebihan muatan atau over dimension over loading (ODOL).

"Angkutan barang itu 500 kilometer pasti pakai jalan raya. Lebih [jauh] dari itu pasti kendaraan ODOL. Truk-truk dari Jawa Timur ke Jawa Barat otomatis itu," ujarnya.

Asosiasi pengusaha pun mendorong hal yang sama. Contohnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendorong agar pemerintah bisa menyeimbangkan angkutan barang jalur darat, rel, laut, dan lain-lain.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan salah satu faktor yang membuat angkutan kereta tidak menarik, jika dibandingkan dengan angkutan jalan, lantaran tidak bisa sampai ke destinasi terakhir, atau last mile.

"Ini semua transportasi barang lewat darat, laut memang tidak populer. PR pemerintah itu menyeimbangkan jalur kereta atau laut, agar tidak menumpuk di jalan. Kalau kereta, dia tidak bisa dari satu titik ke titik lain atau door to door," ujarnya.

Sebelumnya, Supply Chain Indonesia (SCI) memprediksi angkutan barang domestik telah didominasi oleh moda transportasi jalan atau trucking hingga 90 persen.

Hal itu lantaran tingginya pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan pada awal 2022, namun dibarengi oleh turunnya jumlah angkutan barang dengan moda transportasi laut maupun rel.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 menunjukkan kontribusi moda transportasi jalan terhadap PDB subsektor transportasi mencapai 69,38 persen.

"SCI menganalisis kondisi di atas terjadi karena pengangkutan barang pada periode tersebut semakin didominasi oleh moda transportasi jalan (trucking), seperti yang terjadi selama ini," terang Chairman SCI Setijadi melalui siaran pers, Mei 2022.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper