Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pelaku usaha yakin bakal menang dalam uji materi terhadap Permenaker No.18/2022 yang diajukan ke Mahkamah Agung. Pasalnya, permenaker tersebut dianggap menabrak undang-undang yang lebih tinggi yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang, mengatakan Permenaker 18/2022 akan bernasib sama seperti beleid Anies Baswedan saat mengeluarkan Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No.1517/2021 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2022.
“Waktu Pak Anies bikin UMP tahun yang lalu sudah sesuai peraturan. Tapi, direvisi lagi dengan yang tidak sesuai ketentuan. Kita ajukan judicial review, kalah kan? Artinya apa? Ada ketidakonsistenan disitu,” kata Sarman kepada awak media di Kantor Kadin, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2022).
Sarman menilai, PP 36/2021 masih sah secara hukum dan dalam penetapan UMP dalam aturan itu semua unsur terwakili, baik dari pengusaha, pemerintah dan buruh. Menurutnya, Permenaker 18/2022 tidak representatif karena penetapannya tidak lewat perundingan.
“Bicara UMP, bicara antara pengusaha dan pekerja. Jangan sampai siapa yang menetapkan siapa yang bayar. Yang menetapkan pemerintah tapi yang bayar kita pengusaha. Yang tahu mampu bayar itu kan kita dalam hal ini,” ujar Sarman.
Lebih lanjut, dia mengkawatirkan apabila penetapan kenaikan UMP yang maksimal 10 persen lewat Permenaker 18/2022 tersebut bakal mengganggu iklim usaha, seperti pemindahan pabrik, bahkan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) ke depannya.
“Ketika UMP di luar kemampuan pengusaha yang dikhawatirkan apa? Kita tidak tahu ketidakpastian global seperti apa. Tadinya pengusaha yang tahun depan mau merekrut karyawan baru bisa tertunda atau dihilangkan,” ujarnya.
Menurut Sarman, iklim usaha saat ini masih belum pulih sejak pandemi Covid-19. Kondisi semakin menantang dengan adanya perang Rusia dan Ukraina.
“Cash flow baru kembali ke normal, tapi dihadapkan dengan perang Rusia-Ukraina, terjadi krisis pangan dan energi. Tahun depan kita nggak tahu, jadi ketika UMP naik sekian persen coba bayangkan tahun depan seperti apa,” ungkapnya.