Bisnis.com, JAKARTA – PT Angkasa Pura II (persero) atau AP II mengungkap alasan di balik masih belum banyaknya maskapai nasional menerbangi sejumlah bandara dan rute-rute seperti sebelum pra pandemi.
Direktur Utama AP II Muhammad Awaluddin menjelaskan alasan yang paling utama, saat ini maskapai dalam kondisi jumlah kepemilikan pesawat yang berkurang drastis. Sebelum pandemi, jumlah kepemilikan pesawat dari seluruh maskapai yang beroperasi mendekati angka sekitar 600 pesawat.
Hingga kini, jumlah kepemilikan pesawat maskapai kurang lebih sekitar 350 atau hampir menuju 400 pesawat. Kondisi ini menyebabkan setelah pandemi, adanya gap kurang lebih sekitar 45 sampai 50 persen dari jumlah pesawat sebelum pandemi.
Kondisi ini, sebut Awaluddin, juga tidak mudah bagi maskapai, lantaran di satu sisi tingkat permintaan sudah mulai penuh. Sebaliknya, kemudian alat produksi maskapai belum maksimal. Selanjutnya adalah biaya operasi maskapai yang tidak berkurang baik sebelum maupun setelah pandemi.
Komponen biaya tersebut meliputi biaya avtur, biaya suku cadang, biaya operasi maskapai, dan lainnya. Sebagai entitas bisnis, maskapai yang merasa belum mampu mengakomodir hal tersebut harus memilih rute-rute penerbangan prioritas.
“Semudah itu saja bahasanya, di mana pergerakan yang tinggi. Ya kalau nggak ada prioritas ya boncos dia [maskapai]. Bahasanya kan gitu. Wajar. Jadi sekarang enggak heran untuk pergerakan yang kita sebut sebagai rute gemuk, maskapi masuk semua,” ujarnya, Senin (28/11/2022).
Baca Juga
Dengan maskapai memilih prioritas untuk menerbangi rute-rute tertentu, maka masyarakat saat ini harus memahami bahwa opsi rute dan frekuensi penerbangan maskapai masih terbatas.
Sementara itu, Pemerintah daerah diminta ikut serta membuat stimulus bagi maskapai penerbangan supaya bisa bersama-sama memulihkan konektivitas penerbangan ke daerah.
Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menilai keberlangsungan konektivitas udara pasca pandemi Covid-19, perlu dilakukan sebagai upaya bersama antara pemerintah pusat, daerah, dan seluruh pemangku kepentingan sektor penerbangan.
“Kami mengajak seluruh pihak untuk bekerja sama membuat stimulus untuk konektivitas transportasi udara di daerah-daerah, untuk memulihkan kembali sektor penerbangan setelah terdampak covid-19," ujarnya.
Sejauh ini, tuturnya, pemerintah melalui Kemenhub telah melakukan sejumlah upaya pemberian stimulus. Stimulus tersebut seperti stimulus biaya kalibrasi penerbangan untuk keperluan kalibrasi peralatan navigasi penerbangan dan peralatan bandar udara, stimulus Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) pada 2020 dan penerapan tarif PNBP sebesar Rp0 terhadap jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U) pada Bandara yang dikelola Kemenhub.
Dia pun mendorong kehadiran pemda berupa dukungan stimulus pelayanan transportasi udara agar menjamin ketersediaan konektivitas di daerahnya.
Menhub memaparkan sejumlah pemerintah daerah yang telah melakukan upaya nyata untuk memberikan stimulus yakni di Toraja. Pemda setempat memberikan jaminan keterisian penumpang atau block seat sekitar 60-70 persen dari total kursi yang tersedia.
Dengan upaya Pemprov dan Pemkab saling berbagi untuk melakukan block seat, sehingga saat ini sudah ada penerbangan dua kali dari Makassar ke Toraja dan sekarang sudah menambah rute ke Balikpapan. Pemberian block seat ini bisanya berlangsung 3-4 bulan pertama.
"Kami harap Pemda lain juga melakukan hal yang sama,” imbuhnya.
Ada 2 model dukungan yang diberikan Pemda, yakni pertama, model non stimulus, yakni Forum Koordinasi Pimpinan Daerah dan semua stakeholder berkomitmen melaksanakan perjalanan dengan transportasi udara. Kedua, model stimulus (insentif), yakni Pemda memberikan subsidi biaya operasi pesawat (BOP), dan menjamin sejumlah tertentu tempat duduk yang terjual (block seat).
Selain dukungan pemda, Menhub juga mendorong peran dari operator bandara dan maskapai untuk terus meningkatkan kinerja penerbangannya. Misalnya yaitu menambah jam operasional di sejumlah bandara, sehingga pergerakan pesawat dapat lebih banyak dan dari sisi operasional akan lebih efisien.
Lebih lanjut, Menhub juga menyampaikan seiring dengan penurunan dan terkendalinya pandemi dan pelonggaran mobilitas dan persyaratan bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri dan Dalam Negeri, ada tantangan baru yang harus dihadapi bersama. Sejumlah tantangan tersebut di antaranya yakni permintaan pasar (demand) yang mulai meningkat namun dari sisi ketersediaan (supply) jumlah armada maskapai menurun, kenaikan harga bahan bakar avtur, pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS yang berdampak pada peningkatan biaya operasi Penerbangan yang cukup signifikan.