Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan mencatat bahwa nilai barang milik negara atau BMN yang menjadi underlying sukuk telah melampaui Rp1.000 triliun.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban menjelaskan bahwa pengelolaan BMN dapat memberikan pemasukan bagi negara, misalnya melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Optimalisasi BMN pun terus dilakukan agar potensi penerimaan kian bertambah.
Selain itu, menurut Rionald, manfaat keekonomian dari BMN ada dari penggunaannya sebagai underlying surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk. BMN menjadi salah satu underlying asset dari sukuk karena merupakan aset produktif dan memenuhi prinsip syariah.
"Pengelolaan BMN juga mengambil peran dalam perekonomian nasional, melalui penyiapan BMN sebagai underlying asset SBSN. Nilai BMN yang sudah digunakan sebagai underlying asset SBSN sampai kuartal III/2022 adalah Rp1.106 triliun," ujar Rionald pada Rabu (23/11/2022).
Berdasarkan data Kemenkeu, outstanding SBSN hingga 22 November 2022 telah mencapai Rp975 triliun. Nilai underlying asset itu lebih tinggi dari outstanding sukuk saat ini.
Rionald menyebut bahwa BMN turut mendukung pemenuhan kebutuhan fiskal negara, baik dari sisi penerimaan maupun sebagai underlying asset. Oleh karena itu, dia mendorong agar pemerintah, kementerian, dan lembaga untuk terus mengoptimalkan BMN yang ada.
"Dengan SBSN tersebut kita dapat memenuhi sebagian kebutuhan pembiayaan dari APBN dalam mendukung kebijakan fiskal," kata Rionald.