Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Krisis Kompetensi Sopir, KNKT: Mereka Tak Paham Rem

KNKT menyebut Indonesia mengalami krisis kompetensi dan jumlah sopir angkutan umum dan barang.
Sopir angkutan kota berunjuk rasa di depan Balaikota, Jakarta, Rabu (31/1). ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Sopir angkutan kota berunjuk rasa di depan Balaikota, Jakarta, Rabu (31/1). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Bisnis.com, JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebut Indonesia tengah mengalami darurat krisis sopir angkutan umum dan barang. Krisis tersebut berkaitan dengan jumlah dan kompetensi pengemudi, maupun krisis kelelahan pengemudi dan keselamatan jalan.

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Sub Komite Moda Investigasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT Ahmad Wildan mengungkap bahwa masalah krisis itu ada di berbagai perusahaan angkutan penumpang maupun barang.

KNKT menduga adanya krisis kompetensi pengemudi yang bekerja di perusahaan angkutan penumpang dan barang, baik di perusahaan nasional hingga multinasional.

"Mereka tidak paham sistem rem, baik pengemudi di perusahaan nasional dan multinasional. Mereka juga tidak paham dashboard instrumen mobil, tidak juga paham pre-trip inspection," kata Wildan dalam Rapat Kerja Bidang Perhubungan Darat 2022, Selasa (22/11/2022).

Selain itu terjadi krisis jumlah pengemudi yang awalnya disebabkan oleh pandemi Covid-19 selama dua tahun. Adanya pembatasan kegiatan masyarakat imbas pandemi sejak 2020 membuat jumlah pengemudi perusahaan angkutan berkurang.

Wildan mengungkap ada perusahaan angkutan yang mengetahui banyaknya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pengemudinya, namun memilih untuk tidak memberikan tindakan akibat keterbatasan jumlah pengemudi yang dimiliki.

"Masalah ini ada di Transjakarta, Pertamina, dan lain sebagainya. Ini masalah yang krusial, kita sedang krisis pengemudi. Kita juga krisis kompetensi pengemudi," ujarnya.

Di luar itu, Senior Investigator KNKT tersebut menilai masalah kelelahan atau fatigue yang dialami pengemudi masih menjadi risiko keamanan dan keselamatan lalu lintas. Menurut Wildan, kendati waktu kerja pengemudi sudah diatur, fasilitas tempat istirahat para pengemudi masih belum diatur dan minim ketersediaannya.

Terakhir, faktor jalan. Wildan menyebut lebih dari 70 persen jalanan non-tol di Indonesia dengan elemen geometrik sub standar. Hal itu menjadikannya rawan kecelakaan dan berisiko terhadap keselamatan pengguna jalan.

Adapun, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkap 17 persen kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kendaraan sarat dimensi dan muatan atau over dimension over loading (ODOL). Utamanya, angkutan barang yang sarat dimensi dan muatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper