Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Miris! Anggaran Investigasi Keselamatan Penerbangan KNKT Masih Minim

Keterbatasan anggaran KNKT menjadi salah satu alasan tertundanya hasil akhir investigasi jatuhnya Sriwijaya Air (SJ-182) pada 9 Januari 2021 silam.
Proses pencarian pesawat Sriwijaya Air SJ182 di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Minggu (10/1/2021)./Twitter@KANSAR_JKT
Proses pencarian pesawat Sriwijaya Air SJ182 di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Minggu (10/1/2021)./Twitter@KANSAR_JKT

Bisnis.com, JAKARTA – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melaporkan adanya defisit anggaran untuk melakukan investigasi kecelakaan penerbangan hingga 2023.

Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo memaparkan bahwa pada 2021, KNKT mengajukan kebutuhan pagu anggaran senilai Rp158 miliar tetapi realisasinya yang diterima hanya senilai Rp46 miliar. Kemudian pada 2022, KNKT juga mengajukan senilai Rp89 miliar tetapi yang diterima adalah senilai Rp39 miliar.

Menurutnya, penurunan kebutuhan anggaran dari yang semula diajukan dengan asumsi bahwa pandemi juga membuat lalu lintas pergerakan pesawat dan penumpang ikut mengalami penurunan. Namun, pada 2023, dia mengasumsikan bahwa pergerakan penumpang dan transportasi akan kembali normal seperti sebelumnya dan frekuensi penerbangan akan pulih seperti sebelum pandemi. Akan tetapi, pada 2023, pagu indikatif KNKT tercatat hanya sebesar Rp40 miliar.

“Berdasarkan pagu indikatif ini, maka diperkirakan KNKT tetap akan mengalami kekurangan anggaran pada tahun anggaran 2023,” ujarnya dalam rapat bersama komisi V DPR RI, Kamis (4/11/2022).

Keterbatasan anggaran ini pula yang menjadi salah satu alasan tertundanya hasil akhir investigasi jatuhnya Sriwijaya Air (SJ-182) pada 9 Januari 2021 silam. Akibat keterbatasan anggaran, KNKT menyewa kapal ala kadarnya dengan biaya sewanya Rp3 juta per hari dan kapal induk Rp17 juta per hari. Padahal, sebetulnya ada kapal memadai yang memiliki semua fungsi tetapi biaya sewanya adalah Rp12 miliar per 10 hari.

Namun, menyewa kapal yang memadai itu tidak mungkin dilakukan karena operasi yang dilakukan KNKT di Kepulauan Seribu selama 2,5 bulan. Dengan keterbatasan anggaran yang ada, KNKT pun harus mencari cara agar kapal yang tersedia bisa melaksanakan tugas seperti yang diharapkan.

Nurcahyo juga memaparkan sejumlah anggaran dan penanganan kecelakaan yang telah dilakukan selama 2021-2022. Pada 2021, KNKT mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp6,29 miliar untuk posko tanggap darurat dan pencarian CVR Pesawat Sriwijaya Air SJ-182. Kemudian, pada 2022 KNKT juga telah mengajukan tambahan anggaran untuk kebutuhan kelanjutan dari pelaksanaan investigasi Sriwijaya Air dari Agustus sampai Desember hingga Rp4,5 miliar.

Ketua Komisi V DPR RI Lasarus juga menyoroti masih minimnya anggaran KNKT, terutama dalam menjalankan tugas-tugas investigasi. Oleh karena itu, Lasarus meminta kepada Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk memberikan akses kepada KNKT untuk memperoleh BA-99 (anggaran untuk penyertaan modal negara) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Saya mendengar penjelasan dari KNKT tadi sedih kita Pak, terkait anggarannya minim. Negara ini kan, ada aturannya, salah satunya mungkin boleh KNKT diberikan akses oleh Kemenhub untuk menggunakan BA-99 Kemenkeu. Maka, diupayakan dong dengan Kemenkeu mengingat dana tanggap darurat ada di BA-99. Karena ini tanggung jawab Kemenhub, maka Kemenhub yang bicara dengan Kemenkeu,” ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Sebagai tindak lanjut, Komisi V DPR RI akan mengundang Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), KNKT, Kemenhub, dan Kemenkeu dalam rangka mencari solusi terbaik mengatasi keterbatasan anggaran KNKT. Tujuannya, tutur Lasarus, agar ke depannya tidak terulang lagi adanya utang serupa yang dilakukan KNKT untuk menjalankan tugas investigasi.

“Tinggal nanti, bagaimana upaya dari Kemenhub untuk mengatasi keterbatasan anggaran KNKT yang salah satu dampaknya mengakibatkan investigasi kecelakaan Sriwijaya Air SJ-182 terlambat. Bayangkan, investigasi yang seharusnya selesai dalam 12 bulan jadi selesai 22 bulan yang salah satu penyebabnya adalah karena kekurangan anggaran. Ini kecelakaan lho, Pak,” tekannya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper