Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos BI Wanti-Wanti Soal Risiko Ekonomi Bernama Resflasi, Apa Itu?

Pertumbuhan ekonomi global kemungkinan turun dari yang semula diprediksi berada di 3 persen pada 2022, turun menjadi 2,6 persen pada 2023.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (29/4/2020). /Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (29/4/2020). /Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) menyebut pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat disertai dengan tingginya tekanan inflasi, agresifnya kenaikan suku bunga acuan di negara maju, serta berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut ada ancaman baru yang saat ini tengah membayangi gejolak ekonomi global. Ancaman itu dinamakan resflasi, atau merupakan gabungan dari risiko resesi dan tingginya inflasi.

“Sekarang istilahnya adalah resflasi, risiko resesi dan tingginya inflasi,” kata Perry dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senin (21/11/2022).

Lebih lanjut dia menuturkan, pertumbuhan ekonomi global kemungkinan turun dari yang semula diprediksi berada di 3 persen pada 2022, turun menjadi 2,6 persen pada 2023.

Dia bahkan menyebut, probabilitas resesi di AS dan Eropa mendekati 60 persen.

“Kondisi winter tahun ini belum yang terburuk. Tahun depan yang terburuk karena ini berkaitan dengan geopolitik, fragmentasi politik ekonomi, dan investasi,” ujarnya.

Tekanan inflasi dan inflasi inti global juga diprediksi masih tinggi hingga 2023. BI memperkirakan, tingkat inflasi dunia dapat menyentuh 9,2 persen (year-on-year/yoy) hingga akhir tahun, dan masih tinggi pada 2023 tapi akan mendingin ke 5,2 persen.

Tingkat inflasi yang tinggi ini terjadi lantaran berlanjutnya gangguan rantai pasokan dan pengetatan pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa, di tengah pelemahan permintaan global.

Inflasi yang tinggi tersebut kemudian disikapi dengan pengetatan kebijakan moneter yang agresif. BI bahkan memperkirakan, AS akan menaikan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin sehingga menjadi 4,5 persen pada akhir 2022. Perry bahkan menyebut, kenaikan suku bunga akan mencapai puncaknya pada paruh pertama 2023, dan tidak akan segera turun.

“Sehingga kejar-kejaran antara menaikkan suku bunga dan inflasi tinggi ini yang kenapa disebut risiko stagflasi, pertumbuhan yang stagnan menurun, dan inflasi yang tinggi. Bahkan  istilahnya sekarang adalah resflasi, risiko resesi dan tingginya inflasi,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper