Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyebut terdapat 5 hal yang mencirikan gejolak ekonomi global, baik tahun ini maupun tahun depan. Kelimanya yakni pertumbuhan ekonomi yang akan melambat, inflasi yang tinggi, suku bunga yang tinggi dan akan berlangsung lama, menguatnya mata uang dolar, serta cash is the king.
Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, pertumbuhan ekonomi dunia semula diperkirakan tumbuh 3 persen tahun ini. Namun, pertumbuhan ekonomi kemungkinan turun menjadi 2,6 persen bahkan berisiko turun menjadi 2 persen terutama di kawasan AS dan Eropa.
“Resesi di AS dan di Eropa. Resesi di AS probabilitasnya mendekati 60 persen, apalagi di Eropa [lebih tinggi], bahkan kondisi winter [ekonomi] tahun ini belum yang terburuk, tahun depan yang terburuk karena ini berkaitan dengan geopolitik, fragmentasi politik ekonomi, dan investasi,” kata Perry dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senin (21/11/2022).
Kedua, adalah inflasi yang tinggi. Perry menyampaikan, inflasi dunia tahun ini berada di level 9,2 persen. Dari posisi ini, AS mendekati 8,8 persen dan Inggris hampir menyentuh 11 persen. Inflasi yang melonjak tinggi tersebut, lanjut dia, disebabkan oleh harga energi dan tidak adanya pasokan energi, akibat kondisi geopolitik. Kondisi ini kemudian memicu inflasi energi dan pangan di sejumlah negara.
Ciri selanjutnya adalah suku bunga yang tinggi dan berlangsung lama. Perry menuturkan, Fed Fund Rate (FFR) di AS kemungkinan akan kembali menaikan suku bunga acuannya hingga tahun depan.
“Kami perkirakan tahun depan akan naik lagi menjadi 5 persen, dan puncaknya kuartal I, kuartal II [tahun depan] dan tidak akan segera turun, dan inilah higher for longer,” ujarnya.
Baca Juga
Keempat, menguatnya mata uang dolar. BI mencatat, indeks dolar terhadap mata uang utama atau dxy pernah mencapai 114 atau secara tahunan hampir mencapai 25 persen.
Kelima adalah cash is the king. Perry menyebut, investor global saat ini menarik dananya lantaran risiko investasi portofolio yang sangat tinggi. Kondisi ini lanjut dia terjadi di hampir seluruh dunia termasuk Indonesia.
“Lima hal ini yang memang kondisinya dan terus terang kita tidak tahu kapan perang Rusia dan Ukraina akan berakhir, ketegangan perang dagang antara AS dan Tiongkok juga memanas, Taiwan juga memanas, lockdown di Tiongkok, sampai pertengahan tahun depan juga kekurangan masalah pasokan dan distribusi.,” pungkasnya.