Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif membeberkan bahwa potensi kandungan lithium dan stronsium pada kawasan Lumpur Lapindo, Sidoarjo tidak signifikan untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pengembangan baterai kendaraan listrik dalam negeri.
“Kami sudah melakukan analisa, memang kontennya sangat kecil dibandingkan jumlah deposit yang ada sumber daya lithiumnya hanya di bawah 1.000 ton saja, dengan kadar kurang lebih beberapa ppm per tonnya,” kata Arifin saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (21/11/2022).
Arifin mengatakan, kementeriannya masih melakukan sejumlah pengembangan pada kawasan Lapindo itu untuk mengoptimalkan potensi lithium dan stronsium yang ada pada bekas Wilayah Kerja Migas Brantas yang dikelola Lapindo Brantas Inc, PT Prakarsa Brantas, dan PT Minarak Brantas Gas.
“Stronsium juga relatif sangat kecil kita harus kembangkan lagi,” tuturnya.
Di sisi lain, Arifin menuturkan kementeriannya telah menjalin kerja sama untuk mengamankan pasokan lithium dan graphite dari sejumlah negara produsen utama. Dia mencontohkan, pemerintah telah mengamankan pasokan dua jenis mineral itu dari Australia.
“Kita sudah penjajakan, kita bisa lakukan kerja sama ke depan. Selain itu, juga dengan perusahaan-perusahaan yang saat ini sedang membangun industri hilir dari pengolahan nikel ini kita akan coba membawa lithium dan graphite untuk kita manfaatkan,” kata dia.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, BUMN Holding Industri Pertambangan atau Mining Industry Indonesia (MIND ID) membeberkan 20 persen bahan baku untuk pengembangan industri baterai kendaraan listrik dalam negeri masih bergantung pada impor.
Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID Dany Amrul Ichdan mengatakan, 20 porsi bahan baku baterai kendaraan listrik itu tidak dapat dipenuhi oleh pertambangan mineral logam domestik. Kendati demikian, Dany memastikan, bahan baku utama berupa nikel relatif tersedia dengan jumlah cukup untuk menopang inisiatif industri kendaraan listrik mendatang.
“Nikel ini dimiliki oleh PT Antam, reserved cukup banyak dan IBC ini ditargetkan berdasarkan milestone menjadi market leader di Asia Tenggara,” kata Danny saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (19/9/2022).
Hanya saja, Danny menggarisbawahi, sejumlah bahan baku utama lainnya, seperti lithium hydroxide dengan kebutuhan sekitar 70.000 ton per tahun masih diimpor dari China, Australia, hingga Chili. Adapun, proses pemurnian sekaligus pengolahan dua komoditas mineral logam itu ada di China.
Selain itu, graphite sebagai salah satu bahan baku pembentuk baterai kendaraan listrik juga masih diimpor dari China, Brasil, dan Mozambik dengan volume mencapai 44.000 per tahun. Beberapa mineral logam lain yang ikut diimpor di antaranya mangan sulphate dan cobalt sulphate yang pembeliannya masing-masing 12.000 per tahun.
“Kita sedang menyusun roadmap kemandirian agar tidak tergantung pada produk impor yang walaupun 20 persen jumlahnya, apakah kita melakukan aksi korporasi untuk mengambil tambang lithium di luar negeri ataukah seperti apa,” kat dia.