Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho memastikan reli harga lithium tidak bakal berdampak serius pada kinerja perseroan.
Toto mengatakan, sejumlah mitra bisnis IBC belakangan sudah menjamin pasokan salah satu komponen pembentuk baterai kendaraan listrik (EV) tersebut dengan harga relatif stabil.
“Lithium kan kita impor, memang dari Australia sebenarnya sudah ada pasokannya, intinya mitra-mitra ini sudah mengamankan,” kata Toto saat ditemui di Jakarta Convention Center, Selasa (11/10/2022).
Kendati demikian, Toto mengatakan, IBC belakangan tengah mengurangi ketergantungan impor dari lithium tersebut. Langkah itu diambil untuk menjamin kemandirian IBC dalam program produksi baterai listrik nasional.
“Kita harus bisa mandiri menggunakan seluruh materi yang diperlukan baterai listrik dari Indonesia menggunakan yang nonlithium yang banyak salt based itu bisa digunakan, dari geothermal juga ada lithium tapi jumlahnya sedikit,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, harga lithium sebagai bahan baku untuk baterai kendaraan listrik mengalami kenaikan sehingga membuat produsen kendaraan listrik semakin tertekan. Kenaikan harga lithium itu membuat otoritas China memerintahkan para pelaku industri utama untuk segera bertindak.
Baca Juga
Menurut data Asian Metal Inc, lithium karbonat melonjak ke rekor baru pada Jumat, (16/9/2022) sebesar 500.500 yuan atau US$71.315 per ton di China. Sedangkan harga lithium hidroksida juga naik tiga kali lipat dibanding tahun lalu dan mendekati level tertinggi sepanjang masa pada bulan April.
Kenaikan harga lithium ini mengancam para produsen baterai dan produsen mobil listrik untuk mengikis keuntungan, dan mendorong para pemasok untuk menaikkan tarif mereka sendiri.
"Banyak produsen produk OEM dan baterai telah dikecewakan oleh produsen atau pemasok baru di bidang lithium dalam beberapa bulan terakhir," ujar Chief Financial Officer perusahaan bahan baku Livent, Gilerto Antoniazzi dikutip dari Bloomberg pada Selasa, (20/9/2022).
Seperti diketahui, 20 persen bahan baku untuk pengembangan industri baterai kendaraan listrik dalam negeri masih bergantung pada impor.
Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID Dany Amrul Ichdan mengatakan, 20 porsi bahan baku baterai kendaraan listrik itu tidak dapat dipenuhi oleh pertambangan mineral logam domestik. Kendati demikian, Dany memastikan bahan baku utama berupa nikel relatif tersedia dengan jumlah cukup untuk menopang inisiatif industri kendaraan listrik mendatang.
“Nikel ini dimiliki oleh PT Antam, reserved cukup banyak dan IBC ini ditargetkan berdasarkan milestone menjadi market leader di Asia Tenggara,” kata Danny saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (19/9/2022).
Hanya saja, Danny menggarisbawahi sejumlah bahan baku utama lainnya, seperti lithium hydroxide dengan kebutuhan sekitar 70.000 ton per tahun masih diimpor dari China, Australia, hingga Chili. Adapun, proses pemurnian sekaligus pengolahan dua komoditas mineral logam itu ada di China.
Selain itu, graphite sebagai salah satu bahan baku pembentuk baterai kendaraan listrik juga masih diimpor dari China, Brasil, dan Mozambik dengan volume mencapai 44.000 ton per tahun. Beberapa mineral logam lain yang ikut diimpor di antaranya mangan sulphate dan cobalt sulphate yang pembeliannya masing-masing 12.000 ton per tahun.