Bisnis.com, JAKARTA – Masih sangat besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia, menjadi tantangan terbesar pemerintah dalam upaya mempercepat transisi ke energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.
Berita tentang transisi energi menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini highlight BisnisIndonesia.id, Jumat (18/11/2022):
1. Daftar ‘Donor’ untuk Transisi Energi dan ‘Suntik Mati’ PLTU RI
Kebutuhan dana untuk beralih ke EBT sampai dengan 2060 disebut-sebut bisa mencapai US$1 triliun dan berpotensi meningkat seiring dengan diterapkannya kebijakan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Dalam wawancaranya dengan Bloomberg pada September 2022 lalu, Menteri BUMN Erick Thohir juga sempat menyebut bahwa untuk melakukan phase out atau menghentikan secara bertahap operasional PLTU sampai dengan kapasitas 15 gigawatt (GW) dan menggantinya dengan kapasitas yang sama pembangkit listrik EBT, dibutuhkan biaya sekitar US$600 miliar.
Baca Juga
Maka, tak heran jika Presiden Joko Widodo, para menterinya, dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sangat getol menjajaki peluang kerja sama pendanaan dengan sejumlah negara dan lembaga keuangan internasional. Harapannya, tentu saja untuk membantu Indonesia mencapai target nol emisi karbon (net zero emission/NZE) pada 2060, bahkan diminta lebih cepat 10 tahun dari target tersebut.
Guna mendukung berjalannya program transisi energi, pemerintah juga baru saja resmi meluncurkan Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform pada Side Event G20, Bali, Senin (14/11/2022). Pemerintah Indonesia telah menunjuk PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (PT SMI) sebagai ETM Country Platform Manager untuk mengembangkan kerangka kerja pembiayaan dan investasi untuk program ETM.
2. Kinerja Ciamik Emiten Properti di Tengah Pusaran Badai Tekanan
Pada paruh kedua tahun ini, sektor properti mengalami sejumlah tekanan. Setelah usai pemberian stimulus Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) pada September kemarin, saat ini tak ada lagi insentif yang mendorong kinerja penjualan sektor properti residensial.
Pasalnya, perpanjangan kebijakan pelonggaran rasio loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) untuk kredit pemilikan rumah serta pembiayaan properti hingga 31 Desember 2023 ini tak signifikan dampaknya. Hal ini karena down payment (DP) 0 persen ini akan memberatkan besaran cicilan per bulannya. Selain itu, tak semua konsumen bisa mendapatkan DP 0 persen ini karena melakukan screening yang ketat.
Kembali naiknya BI 7-day Reverse Repo Rate (DRRR) sebesar 50 basis poin atau 0,50 persen menjadi 5,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 November 2022. Sebelumnya pada Kamis Kamis (20/10), BI menaikkan BI7DRRR sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen. Kenaikan BI7DRR ini tak hanya berdampak pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) konsumen saja. Namun bagi pengembang, naiknya BI rate juga akan berdampak pada besaran kredit konstruksi yang dipinjam developer untuk membiayai suatu proyek.
Di sisi lain, naiknya harga Bahan Bakar Bangunan (BBM) sejak awal September kemarin turut berimbas bahan bangunan yang kenaikannya mencapai 20 persen hingga 30 persen. Alhasil, biaya produksi rumah pun meningkat. Ditambah lagi, inflasi Indonesia mulai merangkak naik yang saat ini sebesar 5,95 persen yang berdampak pada biaya material bangunan dan daya beli masyarakat.
3. Aksi Agresif BI Kawal Inflasi
Bank Indonesia (BI) tak ragu menunjukkan langkah pengetatan moneter yang agresif dengan kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) pada pertemuan November. Hal itu dilakukan untuk merespons proyeksi inflasi yang masih tinggi hingga akhir tahun ini.
Dengan penetapan ini, maka suku bunga acuan atau BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR) menjadi yang tertinggi dalam 6 tahun terakhir atau sejak Oktober 2016.
Keputusan ini mencerminkan langkah agresif BI yang telah mulai meninggalkan era suku bunga murah sejak Agustus lalu. Selama empat bulan berturut-turut, BI sudah mengerek suku bunga total hingga 175 bps.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkap adanya perlambatan ekonomi global dan sinyal kenaikan suku bunga Federal Reserve yang berlanjut hingga tahun depan telah memicu kenaikan suku bunga bank sentral di dunia.
Selain faktor dari luar negeri, agresivitas bank sentral juga dipicu oleh proyeksi inflasi inti yang bakal masih tinggi. Menurut prediksinya, indeks harga konsumen (IHK) sepanjang tahun ini mencapai 5,6 persen (year on year/yoy), lebih rendah dari konsensus ekonom yang mencapai 5,9 persen.
4. Buah Manis Gelaran KTT G20 Tarik Minat Investor Bangun IKN
Megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) menarik perhatian sejumlah negara untuk turut serta dalam investasi pembangunannya. Selama gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, sejumlah negara menyatakan minat dengan melakukan penandatanganan nota kesepakatan untuk berinvestasi dalam proyek pembangunan IKN Nusantara di Kalimantan Timur.
Memang proyek pemindahan IKN yang tengah dilakukan Indonesia bakal membuka peluang investasi di sektor infrastruktur senilai US$20,8 miliar atau setara Rp323 triliun. Adapun total kebutuhan anggaran IKN Nusantara mencapai Rp466 triliun dimana sebesar 20 persen di antaranya bakal dipenuhi melalui APBN, sedangkan 80 persen sisanya diupayakan melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha (KBPU) serta swasta.
Saat ini, proyek pembangunan IKN terus dikebut. Tahapan pembangunan IKN, akan meliputi lima tahapan yang dimulai tahun 2022 hingga selesai 2045 mendatang. Selesainya pembangunan IKN tepat pada saat kemerdekaan Indonesia 100 tahun. Pemerintah tengah membangun sejumlah infrastruktur IKN pada tahap awal yakni tahun 2022 hingga tahun 2024. Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap agar pada 17 Agustus 2024 peringatan HUT ke-79 RI dapat diselenggarakan di halaman Istana Kepresidenan yang berada di IKN Nusantara di Kalimantan Timur. Bahkan, Presiden Jokowi menekankan agar pada Agustus 2024 IKN sudah menjadi sebuah kota modern yang hidup.
5. Mengungkit Investasi Hulu Migas di Masa Transisi Energi
Masih tingginya konsumsi minyak dan gas bumi Indonesia hingga 2050 meskipun pemerintah tengah gencar-gencarnya menggaungkan transisi ke energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan, menggambarkan betapa pentingnya industri ini dalam menjaga ketahanan energi nasional di masa mendatang.
Terlebih di tengah belum optimalnya pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia, industri hulu migas bisa menjadi jembatan menuju transisi energi. Hingga kini, bauran EBT masih berkisar 12 persen, sementara pada 2025 ditargetkan bisa mencapai 23 persen. Jika EBT belum siap, tentunya migas masih sangat diperlukan.
Belum lagi, status Indonesia sebagai net importir migas membuat pemerintah terus mengupayakan peningkatan produksi sumber energi tersebut. Harapannya, pembelian komoditas itu dari luar negeri bisa berkurang, sekaligus mengurangi beban anggaran negara.
“Kita juga sekarang masih pakai BBM transportasi dan lainnya sehingga minyak dan gas masih diperlukan untuk kurangi impor untuk memenuhi kilang kita. Kapasitas [kilang] eksisting 1 juta, 50 persen masih impor, jadi industri hulu migas masih sangat penting,” kata Sekretaris Jendral Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto, Kamis (17/11/2022).
Tak bisa dipungkiri, transisi energi merupakan hal yang tak dapat dihindari oleh seluruh perusahaan migas di seluruh dunia. Kesepakatan Paris yang menargetkan pengurangan emisi karbon guna menahan laju kenaikan suhu dunia sebesar 1,5—2 derajat Celsius diakui telah mengubah wajah industri hulu migas saat ini.
Indonesia, sebagai salah satu negara yang meratifikasi Kesepakatan Paris juga sedang berusaha keras untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas seluruh industri, termasuk industri hulu migas.