Bisnis.com, JAKARTA — Keberlanjutan nasib proyek baterai berbasis nikel terintegrasi dari hulu ke hilir Indonesia saat ini masih menggantung usai hengkangnya investor asal Korea Selatan yakni LG Energy Solution.
Keputusan LG pun mendapat kritik keras dari pemerintah Indonesia. Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menilai perusahaan asal Korsel ini tidak serius berinvestasi pada proyek baterai kendaraan listrik (EV) di Tanah Air.
"Dia [LG] sebetulnya niat enggak sih mau investasi di sini? Bukan, kalau misalnya dia enggak niat ya sudah. Ya memang dari awal enggak ada niat berarti," kata Tri di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (21/4/2025).
Dalam proyek baterai RI, konsorsium LG terdiri atas produsen dan manufaktur yang mayoritas berbasis di Korea Selatan, seperti LG Energy Solution, LG Chem, LG Internasional, dan Posco. Sedangkan, satu mitra mereka berasal dari China yakni Huayou Holding.
Adapun, konsorsium LG bersama konsorsium BUMN Indonesia Battery Corporation (IBC) tergabung dalam Proyek Titan dengan total komitmen investasi senilai US$9,8 miliar atau sekitar Rp142 triliun.
Komitmen investasi itu terdiri atas investasi di hulu tambang senilai US$850 juta, smelter HPAL US$4 miliar, pabrik prekursor/katoda senilai US$1,8 miliar, dan pabrik sel baterai senilai US$3,2 miliar.
Baca Juga
Progres Mandek
Pada Februari 2025, IBC (anak usaha anak MIND ID, PLN, Pertamina, dan Antam) melaporkan bahwa kerja sama dengan konsorsium LG masih dalam status sedang berlangsung (on progress) untuk fase pembahasan studi kelayakan (feasibility study).
Proyek baterai nikel LG ini sebenarnya telah dicetuskan sejak 2019 lalu. Namun, progresnya mandek selama 6 tahun dan LG justru mengumumkan batal investasi di Indonesia pada April 2025.
Tri pun menilai LG sejak awal selalu tidak tepat waktu dalam mengejar target investasi di RI. Alhasil, proyek pun jalan ditempat.
Dia mengibaratakan jika seseorang berkomitmen membangun rumah, seharusnya dia segera melakukan pembangunan secepat mungkin.
"Kan selalu enggak tepat waktu mereka, sudah berapa tahun. Kamu mau bangun rumah, terus habis itu kamu harusnya sudah groundbreaking. [LG] enggak juga. Kan ya sudah, berarti dari mereka memang enggak anu [enggak niat] kan," jelasnya.
Kendati demikian, Tri mengatakan, mundurnya LG dari Proyek Titan tidak akan menghambat Indonesia untuk melakukan hilirisasi nikel menjadi baterai. Dia juga optimistis pemerintah segera menemukan pengganti LG.
"Pasti ada nanti [pengganti LG]," ucap Tri.
Alasan Hengkang
LG pun membenarkan kabar mundur dari Proyek Titan. Perusahaan beralasan mundur lantaran ada pergeseran dalam lanskap industri, khususnya EV, yang merujuk pada perlambatan sementara permintaan global.
"Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut. Namun, kami akan melanjutkan bisnis kami yang ada di Indonesia, seperti pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power [HLI Green Power], usaha patungan kami dengan Hyundai Motor Group," kata seorang pejabat dari LG Energy Solution, dilansir dari Antara, Sabtu (19/4/2025).
Ini bukan pertama kalinya isu LG hengkang dari proyek baterai RI mencuat. Pada awal 2023 lalu, negosiasi dengan perusahaan asal Korea Selatan itu sempat mandek lantaran implementasi kebijakan Inflation Reduction Act (IRA) di Amerika Serikat (AS) yang mendiskreditkan produksi baterai yang didominasi investasi perusahaan China.
Mencari Mitra Baru
Kabar mundurnya LG dari Proyek Titan pertama kali diungkapkan oleh Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo di Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Dilo tak secara spesifik menjelaskan alasan LG tidak melanjutkan rencana investasinya. Dia hanya menyebut, terdapat banyak faktor yang membuat negosiasi dengan LG tidak mencapai kesepakatan.